Penggemar modifikasi mobil dari waktu ke waktu mengalami pergeseran. Para modifikator mobil Semarang dari kalangan ”the old man” biasanya berburu di pasar loak Barito. Namun di kalangan pemodif milenial sudah hunting hingga ke luar negeri.
Hal itu diungkapkan Hadi Winoto, pemilik bengkel modif AEROB, Jl Taman Brotojoyo 223, depan Kantor Bawaslu Semarang Utara, Semarang.
”Terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara generasi tua dan kaum milenial dalam melakukan modifikasi. Masyarakat yang berusia 40-60 tahun melakukan modifikasi atau merestorasi mobil tuanya dengan kanibalisasi mobil sejenis atau lain jenis yang bisa dipadupadankan,” jelasnya.
Lain dengan kaum milenial, lanjut dia, kebanyakan cari barang via browsing di internet dan jarang cari yang lokalan. ”Biasanya kaum milinial lebih jor-joran dalam memodifikasi mobilnya. Misalnya untuk mobil seharga Rp 50 jutaan berani merogoh kocek hingga di Rp 50 jutaan hingga di atas Rp 100 jutaan.”
Dia mencontohkan pemilik Fiat Topolino (Tikus Kecil) bermesin 500cc (diproduksi di Italia tahun 1936 hingga 1955) cukup rela ketika sang modifikator ”mengawinkan” dengan Suzuki Katana 1987. ”Tongkrongan tetap Fiat Topolino, namun chasis dan mesin milik Suzuki Katana 1987,” jelasnya.
Demikian pula dengan Toyota Kijang 1978. Mobil yang kemudian akrab dinamai Kijang Boyo (Kijang Buaya) dengan mesin berkode KF10 1.200cc kini dikawinkan Kijang Grand 1.8 L (1,781 cc) I4 7K (1995-1996).
”Gearbox-nya milik Toyota Corona 2000, gardan milik Toyota Crown,” kata pemiliknya, Eko Wahyudi, warga Brotojoyo Semarang.
”Saya seneng. Mobilnya jadi keren. Warnanya juga hijau ngejreng,” tambah mantan ketua Toyota Kijang Kotak Indonesia (TKKI) Chapter Semarang ini.
VG Humphrey (Jony), pemilik Jeep Willy’s 1500cc 1953 ini juga mengawinkan bodi CJ (Civillian Jeep)-nya dengan mesin Toyota Hi-Ace (Hi-Lux Gen I) tahun 1974 1.600 cc agar performanya tetap mantap. Baik di medan ”tempur” seperti hutan, lembah, ngarai, tanjakan terjal dll maupun di jalan tol.
”Untuk ukuran Jeep tua, mobil ini cukup bisa diajak lari ketika berada di jalan tol. Masih cukup kencang, lurus, anteng, dan nyaman,” kata Jony yang punya darah keturunan Belanda.
Willy’s berplat nomor H 7147 S itupun sering diajak berburu oleh Jony. Dilengkapi winch 9500 lbs, anggota Perbakin ini pernah merambah hutan Sumatera. Warga Semarang kelahiran 20 Juni 1960 yang kini tinggal Selomas I/76 Tanah Mas, Semarang Utara ini bahkan pernah tersesat di tengah hutan Bengkulu.
”Kami satu tim ada lima orang tersesat di hutan Bengkulu. Waktu itu belum ada GPS. Akhirnya, kami menunggu fajar menyingsing, baru tahu arah timur dan barat. Akhirnya kami bisa keluar dari dalam hutan siang harinya,” kata Jony yang kakeknya asli warga Belanda dan istrinya putri Solo.
Berbekal senapan Mouser 308 dengan peluru kaliber 7,62 ml (salah satu senjata standar pasukan NATO), Jony sudah sering menembak babi hutan hama tanaman pangan warga.
”Jelajah Jeep Willy’s ini tak hanya di Sumatera namun sering di Plelen-Batang-Pekalongan. Sudah tidak terhitung babi hutan yang kami tembak,” ujar anggota Gonteng Hunting Club ini.
Lain the old man lain kaum milenial. Menurut Hadi Winoto, pemilik bengkel modif AEROB, kaum milenial jauh lebih cerdas dan diuntungkan zaman. Berselancar di dunia maya membuat para pemodif milenial mudah mendapatkan barang-barang yang diinginkannya.
Hadi mengatakan bahwa bengkelnya menangani Mitsubishi Lancer Evolution IV 1600cc (Lancer Evo IV).
”Saya tangani dua Lancer EVO 4, milik Adi Baskoro (Bara) dan milik Tico. Yang satu modifnya lumayan ekstrem sehingga habis seratus jutaan yang satu tidak terlalu, sehingga biayanya hanya puluhan juta rupiah,” kata pria kelahiran 9 November 1972 ini.
Selain modif body, Adi Baskoro (Bara) meng”up” mesin Evo-nya sehingga kecepatan larinya bertambah.
”Standar Evo yang Indonesia 1600 cc SOHC penggerak roda depan (2WD) nonturbo 120 HP di-up hingga 175 HP. Sehinga bisa digeber hingga 170 km/jam – 200 km/jam. Kalau versi luar negeri Evo IV DOHC Turbo Intercooller 4 WD,” kata Bara yang juga pemilik Kedai Kopi Barrell Sam Po Kong.
Sarjana Ekonomi alumnus Undip Semarang yang juga menjual suku cadang Mitsubishi Lancer menyatakan mendapatkan bahan-bahan modif dari dunia maya.
”Kap mesin saya dapat dari Malaysia. Harganya 7,5 juta. Bumper juga dari malaysia, harganya juga 7,5 juta. Untuk wing bagasi harganya Rp 7 juta,” kata Bara yang menjadi ketua Lancer of Indonesia (LOI) Chapter Semarang yang beranggotakan 150 mobil.
Bengkel Modif AEROB
Mengenai bengkel modif AEROB milik Hadi Winoto ternyata terjadi begitu saja. Karena memang pemiliknya tidak punya latar belakang otomotof. Semula Hadi adalah penggemar moge. Bosan main moge, tahun 1996, dia ganti haluan. Moge dia jual dan dibelikan Fiat Kupu (1961) 1100cc seharga Rp 1.950.000.
”Saya belajar punya mobil sendiri. Nah sejak saat itu kok banyak yang ke rumah minta dimodifkan mobilnya. Saya tidak membatasi merek dan jenis. Apa saja ketika saya anggap mampu, ya saya kerjakan,” kata alumnus SMA Masehi 1 Semarang (Mahez One).
Dari sekian banyak hasil modifikasinya, Hadi Winoto menganggap masterpeace ”garapannya” adalah Hardtop tahun 1980. ”Modifikasi mobil dari waktu ke waktu itu berbeda. Bergantung aliran custom (bebas) atau vintage (pakem).” (Ali)