Deretan kerajinan keramik antik itu tertata rapi di lemari khusus. Ada vas, piring, gelas, dan guci. Vas dan guci itu ada beberapa bentuk dan yang paling menarik tentu saja gambar dekoratifnya. Semakin lama diamati guci-guci antik itu terlihat semakin cantik. Ada yang bermotif dan warna sederhana, bunga dengan warna biru. Namun juga ada yang lebih rumit gambarnya dan lebih penuh warna. Koleksi seorang pecinta kerajinan keramik kuno di Semarang itu sebagian besar memang berasal dari Cina, meskipun ada yang dari Jepang dan Belanda.
Cina memang dikenal memiliki kebudayaan yang paling tua di dunia. Guci-guci antik Cina biasanya berasal dari Dinasti Ming (1368 – 1644) atau Dinasti Ching (1644 – 1910). Bahkan jauh sebelumnya, yakni guci peninggalan zaman Dinasti Han (202 – 220), Dinasti Tang (618 – 907), atau Dinasti Sung (960 – 1279). Selain guci, produk keramiknya meliputi tempat dupa, teko, mangkok, vas bunga dan lain-lain.
Cina menjadi negara yang paling awal dalam industri membuat porselen atau keramik. Saat Dinasti Han Timur, teknik pembuatan porselen berangsur-angsur semakin matang. Sehingga di masa dinasti ini, produk porselen berkembang, terutama di daerah selatan dan utara Cina. Bahkan kemudian terbentuk wilayah basis industri pembuatan porselen, yakni porselen biru di bagian selatan, dan porselen putih di bagian utara.
Pada Dinasti Tang, sudah ada warna biru dan hijau, namun model masih sederhana. Mungkin saat itu belum mampu menggunakan warna kimiawi, jadi cuma pakai getah daun atau akar. Itu pun produknya sudah ada yang masuk ke Indonesia.
Pada zaman Dinasti Sung terdapat lima tempat pembakaran porselen ternama yang menghasilkan produk dengan kekhasan masing-masing daerah. Lalu setelah era Dinasti Yuan, mulai keluar produk keramik berwarna-warni.
Di zaman Dinasti Ming dan Ching, usaha pembuatan porselen Cina mencapai puncak keemasan, dan mulai dipasarkan ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke Nusantara. Pada era Dinasti Ming ini produk yang terkenal adalah porselen yang bermotif naga dan phoenix. Ciri lain produk dinasti ini adalah menggunakan tiga warna, kuning, hijau dan aubergine sebagai warna dominan. Ini disebut sebagai produk susancai (tiga warna) yang merupakan ciri zaman Dinasti Ming.
Jarang Sama
Kenapa guci dan keramik antik lainnya? Hal ini memang bermula dari keinginan punya koleksi. Kalau seni lukis, pertama sudah mahal. Kemudian tidak bisa melihat seni lukis dari luar, karena yang dalam negeri seperti Affandi saja sudah mahal sekali. Karyanya juga tersebar cukup banyak. Kemudian ia kenal dengan keramik. “Saya pikir mengoleksi ini lebih tidak banyak yang punya. Lagian nilainya ternyata di rumah lelang dunia seperti Christie atau Sotheby bisa jauh lebih tinggi. Jarang ada barang yang sama”.
Dan keramik Cina dari segi art memang bagus, apalagi disesuaikan dengan zaman dibuat. Hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia membuat banyak orang Cina seperti Cheng Ho datang. Mereka banyak membawa cenderamata sesuai dengan daerah yang akan dikunjungi.
Keramik dengan bentuk kendi khusus di Indonesia, di Cina sendiri tidak ada. Artinya memang dibuat khusus oleh orang Cina untuk dibawa ke Indonesia, khususnya di Jawa.Biasanya dari Dinasti Ching. Soalnya bentuk kendi orang Cina memang berbeda. “Itu pintarnya orang Cina, sehingga bisa diterima di mana-mana”. Namun banyak kapal pengangkutnya karam di perairan Indonesia.
Sangat Terbatas
Kesukaan terhadap guci antik ini karena barang sudah tidak diproduksi lagi sehingga barang sangat terbatas. Nilai suatu barang ditentukan oleh usia, kelangkaan, dan keutuhan. Christie pernah melelang sloki kecil tempat minum teh zaman Dinasti Ming satu biji berwarna merah laku miliaran rupiah.
Pada waktu mulai mengoleksi tahun 1990 ke bawah produk-produk porselen ini didapat tidak dengan nilai yang terlalu tinggi. Sekarang kalau cari ternyata susah. Barang seperti ini kalau sudah masuk ke kolektor, susah di pasaran.
Rumah lelang di Jakarta seperti Borobudur yang tadinya menampilkan barang-barang keramik antik ini sekarang sudah berhenti, karena memang sudah tidak ada barang. Mungkin baru bisa keluar kalau kolektornya sudah tidak ada, dan anaknya tidak memerlukannya lagi.
Jenis produknya bermacam-macam. Ada barang yang memang dibutuhkan untuk kebutuhan sehari-hari seperti piring, mangkuk, gelas, kendi, tetapi juga ada yang untuk hiasan seperti vas, pot. Kemudian taraf seniman juga dibedakan apakan kerajinan keramik itu untuk keluarga istana, pejabat tinggi atau rakyat biasa. Walaupun umurnya sama tetapi tingkatannya produk itu berbeda.
Cara mendeteksi itu barang kuno adalah dengan juga mengoleksi banyak buku untuk mempelajari kerajinan keramik. Daratan Cina karena sangat luas, masing-masing daerah sudah berbeda-beda, beda manusia atau suku, dan beda material tanah liat. Namun seorang ahli bisa mendeteksi. Produk Dinasti Sung misal, tanahnya bagaimana, kalau ada yang buat palsu pasti berbeda.
Di daerah Swatow (sekarang bernama Shantou di provinsi Guangdong), Cina, produk porselennya punya ciri khusus. Mereka selalu membuat keramik di daerah pantai. Cirinya setelah keramik selesai dibuat, dan masih basah, mereka letakkan di pantai berpasir putih. Pasirnya melekat dan kalau sudah lama tidak bisa dihilangkan. Itu ciri mereka yang biasa disebut Ming Swatow. Karena mereka di pesisir, banyak yang berlayar kemana-mana. Ada banyak karya mereka, misal ada produk dengan tulisan Arab, disesuaikan dengan daerah tujuan perdagangan.
Cara lain adalah dengan mengenali tanda di belakang produk, ada kode-kode pembuat dan pembuatannya, baik berupa tulisan Cina, ada yang berupa logo, misalnya gambar daun. Kemudian diperlukan ilmu titen bagi mereka yang dari dahulu memang sudah menggemari keramik. Dahulu di era raja-raja Sumatera kalau mereka meninggal harta benda dibawa ke kubur. Pada tahun 1970an mulai diambil, kemudian diperdagangkan di Jakarta.
Kapal Karam
Namun kebanyakan barang koleksi sekarang ini didapat juga dari kedalaman laut. Banyak kapal dagang Cina yang karam di perairan Indonesia karena tidak kuat menahan badai. Tahun 1980an pernah ditemukan harta porselen ini di perairan Riau.
Kapalnya sudah tidak ada, tetapi barang-barang keramik itu tertumpuk. Mungkin juga karena kapalnya terbalik. Kebetulan dasar lautnya pasir. Ribuan barang keramik ditemukan. Oleh negara kemudian dilelang. Pemenang lelang yang berhasil mengangkat kemudian harus menyerahkan sekian persen hasilnya kepada negara.
Tahun 2003 Balai Lelang Christie juga melelang barang barang Dinasti Ming yang kapalnya karam di perairan Vietnam. Karena terlalu lama di dalam laut, warna birunya tak terlalu bagus. Selain Cina dan Jepang, Belanda juga punya kerajinan keramik sejak abad XVI. Desain yang ada bergambar bunga tulip. Desain itu diproduksi oleh Gauda. Daerah ini seperti Klampok di Jateng, dan sampai sekarang masih berproduksi. Kebanyakan produk antik dari Belanda ini bisa dijumpai di Keraton Solo dan Yogyakarta.Tidak sebanyak Cina, karena memang yang dari Cina diperdagangkan di pasar dan tidak terbatas untuk suvenir hanya kalangan ningrat. (BG )