20 March 2025
Home / Figure / Empat Prinsip Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Deddy Suryadi

Empat Prinsip Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Deddy Suryadi

Setiap hari jika tidak ada tugas dinas, pada pagi hari Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Deddy Suryadi, S.I.P., M. Si. selalu berolahraga di lingkungan kompleks Kodam IV/Diponegoro.

Ia melihat bahwa ada lima masjid berdiri di situ, namun belum ada tempat ibadah untuk umat agama lain. Ketika dia bertanya kepada staf yang beragama Nasrani dimana mereka beribadah, jawabnya adalah di aula atau di ruang-ruang kelas.

Dari situ terlontar ide mengapa tidak membangun gereja di lingkungan Kodam. Deddy menanyakan kepada para staf yang kemudian menyatakan kesetujuan mereka. “Saya tanya Asisten Personel saya yang Nasrani,  kalau kamu pasti setuju kan? Kemudian kita carilah tempat yang pas, dimana suatu saat nanti masyarakat umum juga bisa beribadah di sini, bukan hanya tentara”.

Pria kelahiran Bandung 14 September 1973 itu mengungkapkan tidak ada anggaran khusus untuk membangun sebuah gereja, namun dia meyakini bahwa kalau kita berniat baik, maka pasti akan ada orang yang ikut membantu. Dimulai dari munculnya ide hingga eksekusi pembangunan gereja tidak butuh waktu lama, hanya sebulan.

 “Gercep dan bonek juga hahaha…. “, tuturnya dalam wawancara khusus kepada Tim Padmanews, usai melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Oikumene di lingkungan Kodam IV/Diponegoro, Watugong, Banyumanik, Semarang baru-baru ini.

Kegiatan sosial Deddy ternyata tak hanya itu. Selama 10 bulan menjabat Pangdam sejak 8 Maret 2024, Deddy juga telah menginisiasi pembangunan sebelas Jembatan Gantung di berbagai pelosok Jawa Tengah.

Jembatan-jembatan itu dibangun di desa-desa yang masih terisolir di Brebes, Tegal, Pemalang. “Jembatan Gantung itu saya namai Jembatan Merah Putih. Saya memang sedang mencari tempat-tempat yang terisolir. Mungkin Pemerintah sudah membuat tapi mungkin juga masih ada yang belum terwadahi, terutama Desa yang ada di pelosok yang belum tersedia akses penghubung”.

Mayjen TNI Deddy Suryadi melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Oikumene Kodam IV Diponegoro.
Jembatan Gantung Merah Putih 4 Siraong yang berlokasi di Dukuh Karangsari, Desa Wotgalih, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal.

Kebetulan, tambahnya, kami punya kemampuan, tentunya dengan dukungan masyarakat dan pihak-pihak lain yang turut membantu. Rata-rata untuk panjang jembatan gantung yang telah dibangun memiliki panjang 50-70 meter dengan lebar 2,5 meter, tapi ada juga yang panjangnya sampai 90 meter. “Terakhir minggu lalu kami menggarap di Desa Bulusari, Kabupaten Cilacap, dan ini yang terpendek diantara sepuluh jembatan lainnya, panjangnya lebih kurang 20 meter dengan lebar 2,5 meter”.

Berbeda dengan program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang memang ada anggarannya, khusus untuk kegiatan Kodam IV/Diponegoro ini pendanaannya bersifat swadaya. “Sebenarnya tujuan yang ingin kita tumbuhkan adalah kebersamaan dan gotong-royong bersama masyarakat. Jembatan itu dikerjakan oleh tentara dan masyarakat di sana, dan mereka bekerja ikhlas tanpa dibayar”.

“Kami juga makannya bareng-bareng di kampung sana. Alhamdulillah ada saja yang donasi ngasih semen, pasir, batu, akhirnya jadi. Saya juga tidak minta-minta bantuan, jadi kalau ada yang ingin membantu ya silakan saja langsung membantu”.

Pengerjaan sebelas jembatan itu dikerjakan dalam jangka waktu lebih kurang 3 bulan dan dilakukan secara simultan. Yang satu dikerjakan, yang lain juga dikerjakan, sehingga selesainya hampir bersamaan.

Memberi Manfaat

Kesukaan memberikan manfaat kepada orang lain ternyata terbentuk sejak Deddy beranjak dewasa. “Bapak saya itu seorang prajurit berpangkat Sersan, jadi saya ini anak kolong yang biasa-biasa saja, hidup sederhana dan tinggal di kampung. Saya melihat sekeliling banyak orang hidup susah, sehingga kemudian timbul keinginan untuk bisa membantuorang lain”.

Dalam hidupnya Deddy memiliki empat prinsip yang dipegang teguh, yakni bagaimana bisa bermanfaat buat diri sendiri, bermanfaat untuk orang lain, tidak merugikan diri sendiri, dan tidak merugikan orang lain.

Implementasi dari empat prinsip itu adalah di antaranya dengan pendirian Gereja tadi. Ia merasa bersyukur kalau nantinya gereja itu bermanfaat sebagai tempat beribadah. “Sementara manfaat buat saya sendiri, ya saya enggak capek mengingatkan anggota yang ‘miring-miring’, karena kalau mereka abis beribadah kan mereka seperti diingatkan kembali untuk menjalani hidup dengan benar”.

Prinsip hidup seorang Deddy Suryadi juga telah menginspirasi terwujudnya lahan-lahan produktif guna mensukseskan Program pemerintah di bidang Ketahanan pangan, ratusan hektar lahan tidur di Kendal telah berhasil diolah dan menghasilkan1.500 Ton jagung, kemudian juga lahan-lahan yang ada di Banyumas dan Semarang saat ini sedang proses tanam jagung yang perkembangannya terpantau sangat menjanjikan. Atas semua upaya itu, Deddy mengungkapkan bahwa Jaringan Televisi Nasional CNN Indonesia menganugerahinya dengan penghargaan Outstanding Military Leadership in Food Security Initiative yang diberikan pada Acara CNN Indonesia Award pada 14 Agustus tahun lalu. Selanjutnya Deddy berkesempatan diwawancarai oleh Desi Anwar selama satu jam dalam program Acara Insight with Desi Anwar CNN Indonesia.

Deddy bercerita ada lahan tidur milik Kodam yang kemudian ditanami oleh warga. “Awalnya ketika kami mengurus itu mereka protes, karena khawatir sumber kehidupan mereka akan terusik. Lalu kami ajak bertemu, ngobrol sambil makan bareng”.

Ia menjelaskan kepada warga bahwa pihak Kodam tidak berniat mengusir mereka. Mereka tetap boleh menanami lahan itu, kalau ada hasil nantinya juga akan mereka nikmati, tapi tetap harus mereka ketahui bahwa lahan itu milik TNI. “Kami tunjukkan juga surat-surat resmi, beberapa kali saat pertemuan, dan akhirnya mereka bisa menerimanya”.

Pengelolaan itu pun tetap berlanjut dan dengan sistem bagi hasil. ” Intinya warga untung, kami juga untung. Pokoknya sama-samalah bisa dinikmati bareng-bareng, jangan sampai warga rugi kita juga akan rugi “, tutur Deddy yang sebelum menjadi Pangdam sekarang, pernah menjabat sebagai Kasdam (Kepala Staf Kodam) IV/Diponegoro. sebelum akhirnya diberikan amanah menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Kisah Mbah Sarno

Dalam perjalanan hidupnya, Deddy dibesarkan dalam keluarga yang sangat agamis dan dirinya selalu diajarkan bahwa sesama manusia harus saling membantu bila yang lainnya sedang dalam kesusahan, kata lulusan Akademi Militer tahun 1996 ini. Kemudian Deddy melanjutkan ceritanya, “Saya itu paling terkesan dengan Jepang, meskipun sebagian besar mereka itu menganut Shinto, tetapi hidup mereka terkadang lebih agamis daripada kita, dimana mereka sangat ber-empati dan ber-simpati membantu ketika melihat orang sekitarnya sedang kesulitan”. Oleh karena itu ia sangat berharap kehidupan antar umat beragama di Indonesia selalu bisa menjaga kerukunan dan hidup saling tolong menolong.

Kodam IV Diponegoro membantu bedah rumah mBah Sarno (84 tahun), seorang veteran pejuang kemerdekaan RI di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Panglima kemudian mengutarakan, “Baru-baru ini kita membantu seorang veteran RI bernama Mbah Sarno yang berumur 84 tahun, menjalani hidup sebatang kara dan tinggal di gubuk yang sebelumnya difungsikan sebagai kandang ayam di Kabupaten Gunung Kidul serta belum pernah sekalipun menerima hak Tunjangan Kehormatan Veteran RI”.

Ekspresi haru penuh syukur masyarakat Dusun Karangsari, Desa Wotgalih, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal pada saat peresmian Jembatan Gantung Merah Putih 4 Siraong oleh Mayjen TNI Deddy Suryadi, Pangdam IV Diponegoro, Jumat, 12 Juli 2024.

Info itu didapatnya dari pemberitaan di salah satu media, dan kemudian ia berkunjung untuk melihat secara langsung kondisi Mbah Sarno. Setelah ngobrol panjang lebar, Panglima berjanji untuk memperbaiki tempat tinggal Mbah Sarno dan akan membantu menguruskan hak veterannya.

Dalam prosesnya ternyata ada saja relasi yang kemudian ingin membantu pembangunan rumah tinggal Mbah Sarno. “Bang saya pengin bantu material, ya sudah sana kirim langsung kata saya”. Dan akhirnya Rumah Baru untuk Mbah Sarno pun dapat terwujud.

“Setelah kami bantu, mungkin sekarang rumah Mbah Sarno alhamdulillah jadi rumah yang paling bagus di sana hahaha…. “, ucap mantan ajudan Presiden Jokowi pada 2017-2019 ini.

Tempat tinggal Mbah Sarno saat ini menjadi lebih manusiawi, ada tempat tidur, kursi tamu, toilet dan beberapa kelengkapan lainnya, bahkan dilengkapi juga dengan televisi. PLN wilayah Gunung Kidul bahkan kemudian turut andil dengan menggratiskan listriknya.

Berkat upaya dari Kodam IV/Diponegoro, saat ini Mbah Sarno telah memperoleh keabsahan statusnya sebagai Veteran RI dari Kementerian Pertahanan sehingga berhak untuk mendapatkan Tunjangan Veteran dan Dana kehormatan. “Alhamdulillah sekarang ini tiap bulan Mbah Sarno dapat sekitar Rp 2,6 juta. Tentu itu sangat cukup untuk biaya hidup setiap bulan”.

Ingin Jadi Bupati

Kembali mengenang masa mudanya, Deddy berujar, “Sebenarnya saya tadinya tidak punya cita-cita jadi tentara sih hahaha…”.

Selepas tamat SMA, ia sempat berkuliah selama setahun di Teknik Sipil Universitas Parahyangan Bandung. “Setelah kuliah jalan setahun, ada teman saya namanya Erwin yang bapaknya tentara juga, yang jadi pejabat, seorang bupati. Dulu itu kan kalau tentara bisa jadi bupati. Lihat itu saya pun jadi bercita-cita ingin bisa jadi bupati juga kelak hahaha”.

Erwin, sahabat karibnya kemudian mengajak Deddy mendaftar jadi tentara. Mereka berdua kemudian mendaftar di Kodam III/Siliwangi. “Eh ternyata saya berhasil masuk, Erwin yang ngajak malah gak masuk… Nah saya lanjutlah sampai saat ini”, tutur mantan Danjen Kopassus ini.

Meniti karir dari bawah, Deddy bersyukur karena kemudian dia berhasil masuk Kopassus. “Danjen-nya waktu itu Pak Prabowo (sekarang Presiden RI, red). Pak Prabowo itu orangnya keras, tapi kami memiliki history khusus, karena angkatan saya itu yang menyeleksi langsung adalah Pak Prabowo sendiri. Itulah sebabnya angkatan saya beberapa kali dikumpulkan, setelah beliau menjabat Presiden”.

Bahkan, ketika Deddy menjabat Danjen Kopassus, ia menghadap Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan. Ia sering menghadap ke rumah dinas Prabowo. “Saya dulu pernah sampaikan ke Pak Prabowo, ‘Pak, waktu saya Letnan saya itu tidak berani melihat Bapak, tapi saya sekarang Danjen’ hehehe… Tapi saya tetap selalu hormat kepada beliau”.

Deddy menjelaskan bahwa sebelum menjalani pendidikan Kopassus itu ada namanya Pralatko khusus, sebuah latihan yang didesain oleh Pak Prabowo. “Beliau itu kalau mendidik, keras banget tapi semua sangat terukur betul mulai dari soal makan, pola latihan, kesehatan dan bahkan kesejahteraan kami benar-benar diperhatikan. Ketika menjalani masa-masa latihan Komando sih sebenarnya kita ada rasa jengkel hahaha, karena saking beratnya”.

Tapi seiring berjalannya waktu, chemistry antara Pak Prabowo dan angkatan  kami terjalin erat. “Makanya ada salah satu sandi untuk kami yaitu ‘Komando Ciliwung’. Jadi ketika bertemu beliau, kami hormat dan berteriak ‘Komando Ciliwung’, beliau langsung ingat”.

Istilah ” Komando Ciliwung” ini muncul karena saat Pralatko itu tidurnya di bantaran Sungai Ciliwung di belakang Mako Kopassus Cijantung yang memang Nyamuknya banyak.

“Kami disuruh tidur di sana di dalam tenda. Kan gak bisa tidur ya karena banyak sekali nyamuknya. Namun kami akhirnya sadari bahwa ini adalah salah satu latihan untuk menguji mental di segala situasi dan kondisi. Jadi ya harus kami jalani”.

Lama di Kopassus

“Saya lama di Kopassus, hampir 24 tahun. Dari pangkat Letnan Dua, Letnan Satu, Kapten, Mayor, Letkol, Kolonel, Bintang Satu, Bintang Dua, saya naik pangkatnya di Kopassus semua. Jabatan yang saya jalani di luar Kopassus adalah ketika saya menjabat sebagai Dandim dan Danrem. Mungkin saya termasuk yang unik karena pada setiap saya naik pangkat itu posisinya ketika saya berdinas di Kopassus”.

Pangdam IV/Diponegoro Mayor Jenderal TNI Deddy Suryadi menerima anugerah Outstanding Military Leadership in Food Security Initiative dalam acara CNN Indonesia Awards. Piala penghargaan tersebut diserahkan oleh Chairman CT Corp Chairul Tanjung kepada Deddy di Padma Hotel Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 14 Agustus 2024.

Dia juga menegaskan semakin ke atas posisi jabatan semakin mengerucut, dan berdasarkan kebutuhan organisasi, ada anggota yang keluar namun juga ada yang ditarik kembali. “Alhamdulillah, saya termasuk yang ditarik kembali. Sebagai konsekuensinya memang menjadi lebih capek, karena banyak latihan dan juga tugas operasi. Namun hal itu memberikan kita banyak pengalaman”.

Deddy mengisahkan, banyaknya penugasan yang sudah dijalani membuatnya bisa bertemu banyak orang dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Dan juga ada kegiatan-kegiatan di luar negeri, seperti Asia, Amerika, Eropa dan lainnya. “Jadi bisa bertemu dengan banyak orang dari berbagai Negara”.

Bagi Deddy, empat prinsip yang menjadi bagian dirinya itu menjadi semacam panduan dalam bertindak dan memimpin, baik secara internal kepada para prajurit, maupun eksternal terhadap masyarakat. “Tentara itu lahir dari rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Ini akan menjadi bagian penting dalam Sistem Pertahanan Rakyat Semesta Negara kita, sehingga kami juga harus baik-baik sama rakyat”.

Pembangunan Gereja

Sementara itu, saat memberikan sambutan pada acara peletakan batu pertama pembangunan Gereja Oikumene, Deddy berharap nantinya gereja tidak hanya menjadi tempat ibadah para tentara, tetapi juga warga masyarakat.

Aneka kegiatan Pangdam IV Diponegoro.
Mayjen TNI Deddy Suryadi bersama para tokoh agama setelah acara peletakan batu pertama pembangunan Gereja Oikumene Kodam IV Diponegoro

Ia juga berpesan para prajurit nantinya ikut berperan menjaga, memelihara dan merawat bangunan serta kebersihan gereja. “Jangan sampai seperti ini, kalau mobil pribadi dipelihara, dicuci-cuci tapi kalau mobil dinas dibiarkan. Jadi marilah nanti sama-sama rawat gereja ini”.

Pembangunan gereja ini, tambahnya, dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan dan juga kerukunan antar umat beragama. Acara peletakan batu pertama juga turut dihadiri Kasdam, Irdam, para Pejabat Utama dan Kabalak Kodam IV/Diponegoro, prajurit, PNS, tokoh-tokoh lintas agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta sejumlah mitra rekan. (BP)

About Eddy