8 October 2024
Home / Food Story / Bacang dalam Bungkusan Legendanya

Bacang dalam Bungkusan Legendanya


Anthony Hocktong Tjio – Penggemar dan penegak ketepatan sejarah

Bacang adalah lemper atau arem-arem Tionghoa yang bisa dinikmati setiap hari. Banyak tulisan yang menceritakan legenda untuk makanan nasi ketan dalam bungkus daun bambu yang berbentuk piramida ini.

Pada umumnya yang diceritakan adalah sebagai berikut:

Makan bacang dan lomba perahu naga adalah ritual memperingati seorang penyair Tionghoa bernama Qu Yuan yang pada hari Duan-wu sekitar 2400 tahun yang lalu bunuh diri dengan terjun ke kali, yaitu pada hari di pertengahan tahun yang merupakan titik balik matahari atau yang di barat disebut “summer solstice” pada bulan lima tanggal lima dalam kalender Imlek.

Konon sewaktu berakhirnya dinasti Zhou di abad 3 sebelum Masehi, bangsa Tionghoa terpecah belah dalam masa peperangan dengan negeri-negeri adipati, dimana ada dua dari tujuh negeri adipati yang terkuat, yaitu negeri Qin yang terletak di barat dan negeri Chu yang sangat besar dan lebih kuat di selatan Sungai Yangtze.

Walaupun demikian pada akhirnya semua negeri adipati itu dicakup dan dipersatukan oleh Qin di tahun 221 SM. Sebelumnya negeri Chu lah yang paling ditakuti oleh siapa pun termasuk Qin yang terkenal dengan keganasannya tapi jauh lebih kecil negaranya dibandingkan Chu.

Kedua negeri itu bermusuhan tetapi sama berhati-hati menjaga diri, saling menunggu kesempatan dan mencari siasat bagaimana bisa memusnahkan yang satunya. Maka tiba akalnya Qin mengirimkan dutanya untuk mengundang raja Chu berkunjung ke ibukota Qin dan menikahi putri raja Qin. Ini sebagai pertanda damai kedua negara, supaya Qin bisa menghindari serangan Chu yang lebih kuat dan juga memberi waktu Qin memperkuat tentaranya sendiri.

Sang Raja Chu Huai-wang tertarik pada undangan Raja Qin Zhao-wang dan bersedia membawa  2 putranya untuk bersama menuju ke pertemuan di dalam wilayah negeri Qin. Pada saat itu muncullah seorang anggota kabinet yang bernama Qu Yuan yang mengkhawatirkan keamanan sang raja dan menasehatkan supaya sang raja jangan pergi. Saran ini tidak didengar malah membuat marah sang raja sehingga Qu Yuan dipecat seketika itu juga dan dihukum pulang kembali ke kampung halamannya.

Qu Yuan itu sebetulnya juga keturunan bangsawan yang masih sedarah dengan Raja Chu. Dia sangat pandai dalam sastra dan banyak menulis puisi walaupun banyak ciptaannya yang sekarang ini disangsikan keasliannya. Dia hanya diberi kedudukan kehormatan kecil dan diserahi protokol penyambutan tamu luar negeri. Selama hidupnya tidak menyolok dalam kenegaraan dan tidak sampai terkenal maupun berjasa apa pun dalam kerajaan Chu.

Ternyata dugaan Qu Yuan benar, Raja Chu Huai-wang tertipu, bersama 2 putranya ditawan oleh Raja Qin Zhao-wang dan tidak dipulangkan lagi. Selama 3 tahun raja itu sakit sakitan dan akhirnya meninggal dunia dalam tawanan di negeri Qin.                            

Sementara itu Qu Yuan menderita depresi berat setelah dipulangkan ke kampungnya yang terletak di dekat bendungan raksasa Three Gorges sekarang. Dia mengutarakan dalam puisinya segala penyesalan dirinya yang tidak berjasa kepada negaranya yang makin menjadi lemah. Dia sering melihat bayangan sendiri yang tercermin di permukaan air.

Pada suatu hari dia mengunjungi daerah Mi-luo yang kebetulan sedang merayakan Hari Setan yang dirayakan setahun sekali di atas kali. Qu Yuan memeluk sebuah batu besar dan terjun bunuh diri, mayatnya ditemukan terdampar di tepi kali beberapa hari kemudian.

Cerita hidupnya baru dikenal dalam catatan yang ditulis seratus tahun setelah kematiannya sedangkan legenda Qu Yuan yang dibumbui makan bacang itu baru muncul dari karya pujangga jaman Song seribu tahun setelah peristiwa bunuh diri terjadi.                           

Pacuan perahu memang sudah kebiasaan orang disana sebelum kematian Qu Yuan, tetapi timbulnya pacuan perahu naga yang disebut Peh-cun itu baru muncul pada abad 18 di Zejiang dan Hokkian, yang kemudian di tahun 1930an menjadi popular di Kanton sekitar Guangzhou.

Demikianlah makan bacang dan lomba perahu naga sebagai perayaan Duan-wu secara umum dihubungkan dengan legenda Qu Yuan yang dipahlawankan karena dia bunuh diri di pertengahan perayaan Hari Setan di Sungai Mi-luo, salah satu cabang Yangtze River di Hubei.

Perayaan Hari Setan  diadakan pada hari yang tepat di pertengahan tahun yang luar biasa panasnya dan sangat panjang siang harinya. Untuk melunakkan Naga Air yang sering mengamuk, pengakibat musibah kebanjiran, bencana lebah dan penyakit menular yang mematikan di musim panas, maka pada hari tanggal 5 bulan 5 Imlek itu rakyat setempat menyuap Naga dengan makanan “cang” yang ditaburkan dari atas perahu ke dalam kali. Makanan Cang itu ada yang menafsir hanya berupa beras mentah dalam bumbung yang ditaburkan ke permukaan kali.

“Cang” itu sebetulnya arem-arem, nasi dan lauk dalam bungkusan daun yang berbentuk tabung, di dalamnya diberi cabe, karena orang Chu doyan makan pedas. Sedangkan perahunya biasa saja, tidak berhias naga maupun berpacuan. Perayaan itu sudah berlangsung mungkin ratusan tahun sebelum Qu Yuan bunuh diri di muka mereka.

Akibat bunuh diri itu dia dipahlawankan sebagai penyair pecinta Negara yang melalui puisinya dia menyayangi negaranya yang sudah menghadapi kehancuran. Padahal apakah memang begitu alasannya dia bunuh diri? Itu sudah menjadi pertanyaan orang beratus tahun. Dia sebetulnya sudah ada gejala mau bunuh diri, berkali-kali mencoba terjun ke dalam sumur di rumahnya.  (disadur oleh CN Hendarto)

About Eddy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *