Pameran bonsai kembali diselenggarakan oleh Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Semarang mengambil tajuk Semarang Bonsai Festival 2025.

Acara digelar di kawasan Perumahan Graha Padma. Sebanyak 760 tanaman bonsai koleksi para penggemar bonsai menyemarakkan Festival Bonsai Kota Semarang, yang digelar mulai 5 hingga 8 juli 2025, diantaranya bonsai beringin, asam jawa, sancang, serut dan santigi.
Ketua Panitia Muhammad Rindhoni mengungkapkan, Semarang Bonsai Festival ini sebenarnya direncanakan dua tahun sekali. Tahun 2022 dilaksanakan di Graha Padma, namun pada tahun 2024 ada berbagai kendala, sehingga baru bisa diselenggarakan tahun 2025 ini.
“Sebenarnya ini seharusnya tingkatnya nasional, namun karena ada penjadwalan setiap kota yang terdekat, maka kami hanya mendapatkan ijin penyelenggaraan yang regional”, katanya kepada Tim Padmanews.
Kegiatan ini, menurutnya, sebagai media silaturahmi antara penghobi bonsai di Kota Semarang khususnya, dan di Jawa Tengah pada umumnya. Di Jateng ini ada dua pameran, yang satu sudah pameran nasional, maka yang di Semarang dijadwalkan pameran lokal. “Namun demikian acara kami alhamdulillah diikuti oleh 760 pohon”.

Sebagai informasi, pameran tahun 2022 diikuti 709 pohon, dengan kelas utama 25 pohon, kelas madya 60 pohon, selebihnya kelas pratama dan prospek. Peserta dari Semarang, Demak, Salatiga, Tegal dan hampir semua kota di Jawa Tengah. Dari Jawa Timur ada dari Surabaya,Mojokerto, Blitar, Sidoarjo. Juga ada dari Bandung, Bekasi, dan kota lain seperti Makassar dan Lampung.
Semarang Bonsai Festival 2025 ini selain diikuti oleh berbagai kota di Jateng, juga ada dari Gresik Jatim, serta berbagai kota lain. “Sebenarnya kalau di daerah lain sedang ada pameran, kami di Jateng juga datang berpartisipasi. Sehingga ketika disini ada acara, teman-teman dari Jatim juga berpartisipasi”.
Dhoni menjelaskan, di pameran regional ini ada tiga kelas. Yang pertama kelas bahan, yakni bonsai yang anatominya belum lengkap. “Belum ada perantingan, baru batang dan cabang”.
Kedua adalah kelas matang, yakni bonsai yang sudah utuh, dari akar sampai anak cucu ranting. Kemudian ada kelas baru yang pertama kali diadakan di Semarang, yakni kelas tematik. Kelas ini mengusung pohon di atas batu. “Tematik on the rock ini di Indonesia baru ada si Semarang ini”.
Dahulu, tambahnya, kelas tematik dan yang matang diadu bersama. Namun kini tematik on the rock disendirikan. ” Alasannya karena akar pohon yang on the rock tidak sempurna, berbeda dengan pohon yang natural yang akarnya bisa di semua sisi. Kalau on the rock biasanya hanya satu akar yang mencengkeram di batu, atau hanya satu akar yang dominan”, jelasnya.
Ia mengatakan, kalau diadu secara bebas, kategori on the rock biasanya kalah. Oleh karena itu dibuat kategori sendiri, supaya lebih fair. “Dan ternyata di pameran ini justru best in shownya justru dari kategori on the rock”.
Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) ini memiliki 200 lebih cabang di seluruh Indonesia, dan ribuan anggota. “Di Semarang sendiri ada 100 lebih anggota yang terdaftar di KTA. Tapi penghobi yang belum bikin KTA juga banyak sekali”.
Pameran juga sering diadakan. ” Seperti sekarang ini bareng dengan di Semarang, di Sukoharjo juga sedang diadakan pameran tingkat nasional. Sementara yang di Semarang tingkat regional “.
PPBI juga menjadi anggota Bonsai Club International (BCI). ” Beberapa tahun lalu Indonesia menjadi tuan rumah yang pamerannya diadakan di Tangerang. Sebelumnya diselenggarakan di China ya kami pada ikut ke sana”.
Menyalurkan Hasrat
Dhoni mengungkapkan bahwa jika kita sudah mulai menyukai bonsai, maka biasanya tidak ingin berhenti. “Karena bonsai bisa menjadi sarana kita menyalurkan hasrat dan minat kita”.
Contoh kalau kita suka rock n roll, maka kita bisa bikin bonsai sesuai aliran kita. Ini beda dengan tanaman lain, yang kita cuma harus nunggu daun atau bunganya. Dengan bonsai, kalau kita suka yang melow, kita bisa bikin bonsai yang subtropis atau gaya China. Yang suka rock n roll bisa bikin yang ekspresionis.
Kemudian, bonsai juga bisa menjadi salah media investasi. “Kadang bonsai itu bukan kita yang menanam, tapi kakek kita yang diturunkan kepada kita. Harga jualnya semakin tua semakin mahal”.
Di pasaran, katanya, ada juga bonsai yang harganya puluhan juta, setelah menunggu dua tiga tahun dengan pertumbuhan yang baik, bisa laku seratus jutaan.
“Jadi kalau kita sudah mendalami ilmu membonsai pasti tidak akan mau berhenti, karena sangat asyik”. Ada beberapa kriteria orang yang berkaitan dengan bonsai ini, yakni pendongkel (yang mengambil dari alam), lalu petani, trainer yang merawat punya kolektor, ada yang mengoleksi sebagai kolektor, ada juga kolekdol.
Dijelaskannya, bahwa dalam aktivitasnya, PPBI tidak bisa terlepas dari Pemda, dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Semarang. “Kami kan juga sangat membutuhkan ilmu dari Dinas Pertanian, mana pupuk yang bagus untuk perkembangan tanaman, begitu juga untuk penyelenggaraan event perlu bersinergi dengan Pemda”.
Dalam sambutan pembukaan acara, Dhoni menyebut bahwa bonsai bukan sekadar tanaman miniatur. Namun merupakan maha karya yang hidup, yang memadukan kesabaran, seni dan harmoni alam.
“Setiap lekuk batang, setiap daun yang tersusun rapi adalah cerita tentang dedikasi dan kecintaan akan keindahan yang abadi. Bonsai adalah never ending art, seni yang tak pernah selesai”, katanya dalam acara yang dihadiri juga oleh Sekjen PPBI Pusat Jackson.


Sementara itu, Ketua PPBI Semarang Tosim Hamidi mengungkapkan bahwa para penghobi bonsai adalah pejuang untuk menciptakan ekonomi kreatif di Kota Semarang. Oleh karena itu dukungan dari pemerintah kota selalu dibutuhkan agar organisasi dan kegiatan terus berkembang baik.
Dan karena manfaat merawat bonsai ini sangat banyak, selain sisi ekonominya, pada kesempatan itu ia mengusulkan agar merawat bonsai ini bisa menjadi ekstrakurikuler pendidikan di sekolah.
Walikota Semarang Agustina Wilujeng diwakili oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Semarang Wing Wiyarso mengapresiasi kegiatan festival bonsai ini sebagai salah satu sarana mengembangkan green tourism, yakni pariwisata yang mencintai lingkungan.
” Ekonomi kreatif tidak hanya melulu soal produksi barang dan jasa, namun juga bisa dimajukan dengan produk pertanian, dalam hal ini adalah tanaman bonsai”, kata Wing Wiyarso dalam pidato sambutan, yang dilanjutkan dengan pembukaan resmi pameran.
Walikota Agustina sendiri hadir kemudian dan menyaksikan tanaman bonsai yang dipamerkan. Ia merasakan tingginya animo masyarakat terhadap tanaman bonsai, sehingga Walikota berencana membuat akademi bonsai yang merupakan kolaborasi antara sejumlah dinas dengan PPBI kota semarang. (BP)
Padmanews.Id Online Lifestyle News





