
Ir Iswar Aminuddin MT mengungkapkan, kepemimpinan Walikota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti bersama dirinya sebagai wakil walikota Semarang, diarahkan sebagai pengabdian kepada Kota Semarang dan pelayanan kepada warganya.
Sebagai pemimpin sebuah birokrasi, mereka berdua melihat bahwa pembangunan dimaksudkan bagi masyarakat. “Tujuan kita adalah masyarakat, sehingga seluruh lapisan masyarakat harus kita pastikan merasakan pembangunan”, kata Iswar kepada Tim Padmanews, baru-baru ini, di kediamannya.
Iswar sepakat bersama Agustina bahwa masalah pembangunan bukan sekadar angka-angka. Bukan sekadar predikat kota terbaik atau predikat lainnya. “Kalau masyarakat belum merasakan hasil pembangunan, meski angkanya baik, maka bukan itu tujuan yang hendak dicapai “.
Jadi yang paling penting adalah bagaimana masyarakat bisa merasakan hasil pembangunan. ” Kalau toh target itu tidak mampu tercapai, setidaknya kita hadir di tengah-tengah dan melayani mereka”.
Pembangunan Semarang
Mengenai pembangunan Kota Semarang duo pimpinan ini sepakat intinya ingin meneruskan program-program yang sudah dicapai pendahulu mereka, baik Mas Hendi maupun Bu Ita.
“Misal soal stunting yang diurus Bu Ita, mulai dari lahir, sekolah sampai meninggal itu kan diurus oleh pemerintah. Nanti kita akan tambahkan programnya ke pra-nikah, melihat juga apakah anak anak ini tidak kekurangan gizi pada diri ibunya. Sehingga mulai dari pra-nikah kita sudah monitor “.
Ia menegaskan para pejabat di pemerintahan harus memonitor apakah si wanita ini kekurangan gizi atau tidak. Sebab, kalau sampai kekurangan gizi, dia akan melahirkan anak-anak yang kekurangan gizi juga.
Oleh karena itu petugas di wilayah harus memiliki data pendukung ini, karena kalau mengurus pernikahan mereka akan pergi ke kelurahan dulu.

Hal lain adalah pengelolaan tata kota di wilayah, yang masing-masing RT akan menerima Rp 25 juta per tahun. Lalu penanganan kawasan kumuh, persoalan infrastruktur. “Persoalan kita itu adanya banjir. Kami berdua tidak menjanjikan akan bisa menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, karena memang faktor alam “.
Bencana kita memang kalau hujan ya banjir, kalau kemarau kering. Ini tentu berbeda dengan bencana di Eropa yang bersalju, yang bencananya bisa saja salju longsor.
“Yang paling penting adalah bagaimana mengurangi dampak dari bencana tersebut. Perlu ada edukasi kepada masyarakat, apa-apa yang harus kita lakukan jika terjadi bencana. Edukasi juga perlu untuk birokrasi, karena terkadang bingung juga tentang apa yang harus dilakukan di lapangan”.
Dalam masalah banjir ini, tambah Iswar, yang harus dilakukan adalah mengurangi luas genangan dan lama genangan. “Semakin lama genangan, hal-hal negatif lain pasti muncul, baik dari sisi kesehatan maupun infrastruktur. Jadi kalau lama genangan bisa ditekan, usia konstruksi pun akan lebih terawat dengan baik”.
Untuk itu kita warga Semarang yang berjumlah 1,6 juta jiwa harus kembali kepada lingkungan, termasuk dalam hal perubahan-perubahan fungsi lahan.” Kalau kita lihat di peta itu wilayah Semarang itu hampir tertutup semua keterbukaan lahannya”, tuturnya.
Pekerjaan rumah atau PR lain adalah tentang air. “Kalau kita bicara siklus hidrologi, harus kita kendalikan berapa yang harus masuk ke dalam tanah dan berapa yang run off. Siklus ini menyebabkan alam menjadi goyah karena dia kan mencari keseimbangannya sendiri, ada yang evaporasi, ada yang run off di permukaan”.
Kita, tambahnya, harus bekerja secara sistematis dan massif terhadap isu lingkungan ini. “Apa yang harus dilakukan masyarakat dan siapa membuat apa. Kita harus sadari juga bahwa persoalan banjir ini tidak hanya terjadi di daerah hulu tetapi juga di hilir. Di antaranya adalah persoalan penggunaan lahan”.
Iswar mengungkapkan, bahwa hal menarik ketika sekarang ini banyak pengembang sudah mulai membangun di luar kota Semarang. “Mengingat lahan Semarang yang mulai sedikit, mereka mulai pembangunan ke Demak maupun Kendal. Jadi bagus jika ada pemerataan pembangunan seperti itu”
Ia sering menyampaikan kepada rekan-rekan di Distaru, kaitan dengan pengembang bahwa perlu mengubah pola hidup. Dulu masih bisa dengan pola rumah landed. Sekarang harus mulai belajar budaya untuk bertempat tinggal secara vertikal.
“Kalau semua lahan terbangun maka sudah bisa dipastikan lahan hijau hilang, dan banjir pasti terjadi, karena 100 persen air run off semua. Air tak sempat meresap dan jika musim hujan matahari sedikit, air tak sempat menguap”.
Sementara soal akuntabilitas aparatur sipil negara (ASN) seperti yang disebutkannya ketika kampanye, Iswar menegaskan bahwa tiap ASN harus memahami tugas pokok dan fungsi, serta memahami kinerja yang mereka lakukan, karena penilaian kerja sekarang itu penilaian kerja pribadi-pribadi.
“Kaitannya penatakelolaan perkotaan harus berawal dari sana, sehingga output yang dihasilkan tiap individu itu terukur semua”.
Kebudayaan Sendiri
Mengenai kebudayaan di Semarang, Iswar mengungkapkan bahwa ia justru ” mulai” dari dunia itu. Ketika mulai bergaul dan belum banyak punya teman, dia justru mulai bergaulnya dengan para seniman.
“Saya kenal teman-teman yang ada di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS). Dari sana saya mengenal kebudayaan di Kota Semarang. Ternyata banyak yang bisa dilakukan pada sisi kebudayaan. Apalagi Semarang itu kan sebenarnya kurang memiliki banyak hal. Tidak punya pantai yang bagus, tidak punya gunung, tidak punya keraton”.
“Sehingga yang perlu kita kembangkan ke depan adalah kebudayaan kita sendiri. Apalagi modal membangun kita itu perlu kebudayaan. Jepang bisa maju karena kebudayaan mereka. Korea Selatan juga lari kencang karena kebudayaan mereka. K-Pop mereka bisa menjadi sebuah hasil kebudayaan yang mendunia”.
Hasil kebudayaan dari sisi yang lain adalah makanan khas Jepang yang pada masuk ke Tanah Air dan disukai anak-anak sekarang. “Sama gudangan mereka malah tidak kenal hahaha… “.
Iswar mengingatkan perlunya kita menyadari hal ini, sehingga pembangunan dari sisi kebudayaan nasional menjadi penting. Apalagi dunia maya sekarang ini menjadi tempat yang sangat gampang untuk perang kebudayaan semacam itu.
” Oleh karena setiap hari kita harus berkebudayaan, karena bagaimanapun kita tidak bisa menghalang-halangi Jepang atau Korea Selatan masuk dalam pasar kita, karena semuanya sekarang tergantung mekanisme pasar”. Ia menegaskan, perlunya ditumbuhkan rasa bangga terhadap kebudayaan kita sendiri.


Merawat Pembangunan
Soal perawatan hasil pembangunan, Iswar menegaskan bahwa dia sudah menekankan supaya memang ada upaya merawat semua sisi kota. Misal menjaga taman-taman kota supaya tetap terawat.
“Ini kota harus dijaga, supaya selalu kita tampilkan aura positifnya. Ketika saya menjabat di Dinas PU, di zaman Mas Hendi (Walikota Hendrar Pribadi, red), kami sudah mulai untuk membangun banyak taman juga”.
Pada saat di DPU pula Iswar membuat sistem informasi Ke-PU-an. “Jadi kalau ada jalan berlubang, masyarakat bisa memfoto dan melaporkannya ke sistem kami, dan langsung terhubung dengan petugas lapangan. Kemudian petugas lapangan mengecek, dan itu juga akan terlaporkan lagi ke sistem. Kemudian ditindaklanjuti dengan perbaikan”.
Soal kemungkinan Sungai Banjirkanal Barat menjadi tempat wisata naik perahu, Iswar mengatakan bahwa rencana itu terkendala air sungai yang bau. “Sewaktu saya menjabat Sekda, alhamdulillah sudah ada usulan sistem pengendalian limbah terpadu. Sudah dapat bantuan dana dari Asian Development Bank sebesar Rp 3,2 triliun”.
Nantinya air buangan dari rumah tangga akan masuk ke saluran pipa, tidak boleh masuk langsung ke saluran. Dengan pipa itu, limbah disalurkan sampai di pengolahan di Genuk. “Harapan kita sungai-sungai kita bersih dari bakteri E.coli, sehingga bersih dan tidak bau”.
Ia menegaskan bahwa Pemkot akan terus berupaya agar Kota Semarang bisa berkembang, termasuk sisi pariwisatanya. Iswar menjelaskan, upaya tersebut dapat ditempuh melalui tiga tahap, yakni dukungan pada akses permodalan, pendampingan, dan pemasaran.
“Akses pendamping, akses permodalan, dan akses pemasaran kan tiga pilar dalam pengembangan usaha, termasuk dalam bidang pariwisata,” jelasnya.
Ia berharap, ada kolaborasi dari berbagai pihak dalam upaya mewujudkan kesuksesan pengembangan wisata di Kota Semarang. “Semua pihak, stakeholder maupun organisasi perangkat daerah (OPD), harus terlibat. Jadi, misalkan ada desa wisata, itu bukan hanya tugasnya Dinas Pariwisata (Dispar) Kota Semarang. Semua organisasi dan komunitas daerah harus terlibat dalam mengembangkan desa wisata”, katanya.
Sama Saja
Sebelum menjabat sebagai wakil walikota, Iswar adalah Sekda Pemkot Semarang, sehingga bagi dirinya sama saja rasanya dengan amanahnya yang terbaru ini.
“Saya itu kan orang birokrasi yang sudah mengabdi puluhan tahun, jadi rasanya ya sama saja karena prinsipnya kan pengabdian kepada masyarakat dan ada nilai manfaat. Cuma mungkin sedikit berbeda ketika menjadi birokrat dengan menjadi politisi”.

“Namun dalam rangka membangun kota yang kita cintai ini rasanya kok sama saja. Hanya kebijakan ada di kami, saya dan Bu Agustina, sementara eksekusi ada di rekan-rekan birokrat”, katanya.
Dan jiwa pengabdian dan melayani ini sudah tumbuh dalam diri Iswar sejak kecil. Ini tak lepas dari contoh yang diberikan Sang Ibu ketika Iswar masih kecil. Ibunya adalah seorang guru taman kanak-kanak (TK).
Hubungan interpersonal antara seorang guru dengan anak-anak itu secara tidak sadar membekas dalam diri Iswar. Itu memberikan kesadaran bahwa ada tanggung jawab besar bagi kita semua bahwa generasi mendatang harus baik dan dipersiapkan dari berbagai sisi maupun etika sejak awal.


Pengabdian Ibu kepada sekolah memberikan inspirasi mendalam kepada Iswar. “Bayangkan jadi guru TK, murid nya lari sana sini, dilakukan tanpa beban dan dengan kesabaran yang ekstra. Saya tidak pernah melihat Ibu marah karena kelakuan mereka”.
Sebagai anak yang paling bungsu, meski waktu itu sudah tidak TK lagi, Iswar selalu ikut Ibunya. Keteladanan Ibu itu yang menjadikan dirinya menganggap bahwa persoalan melayani adalah hal biasa. (BP)
Padmanews.Id Online Lifestyle News





