“Urip kui sanajan abot tetep kudu dilakoni. Aja sambat lan aja ngeluh. Aja mandeg senajan dengkul wis ndhredheg.”
Itulah spirit hidup Mbah Padmo Darsono (70), warga Girpasang sebuah dusun terpencil di lereng Gunung Merapi, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.
Spirit itu dibacakan Nurwindia Buntario, Marketing Manager PT Graha Padma Internusa saat menjadi inspektur upacara memperingati HUT Ke-75 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2020 di pelataran The Dacon, Perumahan Graha Padma, Semarang Barat.
Inspektur upacara membacakan sambutan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Pengibaran Bendera Merah Putih Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Ke-75 Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2020.
Sambutan Gubernur Ganjar itu sebenarnya kisahnya saat ”sowan” ke Mbah Padmo di dusun terpencil di lereng Gunung Merapi. Untuk mencapai dusun itu, Gubernur Ganjar harus jalan kaki naik-turun bukit, ngos-ngosan, menapaki seribu anak tangga lebih, sangat melelahkan.
Namun rasa lelah seketika hilang setelah bertemu Mbah Padmo yang begitu bersemangat mengajak masuk ke rumahnya yang sangat sederhana karena dindingnya masih terbuat dari ghedek. Kemudian mereka ngobrol di dapur yang suasananya persis di rumah orang tua Gubernur Ganjar di Tawangmangu. Ada tungku tanah liat, tumpukan jagung, perkakas masak yang menghitam tertutup jelaga, hingga jagung yang digantung.
”Spirit Mbah Padmo yang jangan mengeluh itulah yang mesti ada di dada kita. Termasuk kondisi di tengah Pandemi Covid-19. Dari keteguhan tekad dan spirit hidup Mbah Padmo itulah sebenarnya kita harus bercermin,” kata Nurwindia.
Inilah saatnya kita menengok sanubari untuk menakar seberapa besar kadar cinta kita terhadap negeri. Kadar cinta itu tidak ditentukan seberapa penting posisi kita atau seberapa tenar nama kita. Kadar cinta itu diukur layaknya yang diajarkan Mbah Padmo pada orang-orang Girpasang untuk menjalani kehidupannya dengan ikhlas dan tatag.
Kondisi ini tentunya juga bisa kita simak lewat heroisme perjuangan para pendahlu kita baik sebelum ataupun setelah kemerdekaan.
Saat itu, persenjataan kita sangat sederhana dan terbatas. Namun kita mempunyai satu senjata pamungkas, yakni tekad bulat terbebas dari penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan.
Maka ketika pecah pertempuran di Surabaya, Semarang, Ambarawa, Bandung, Jakarta, Medan, bahkan di Manado, semangat rakyat sama sekali tidak luntur. Meski ribuan pejuang sudah gugur menjadi pahlawan, namun rakyat pantang mundur dan akhirnya mampu meraih kemerdekaan sekaligus mempertahankannya.
”Merdeka! Merdeka! Merdeka!”
Tradisi yang Harus Dipertahankan
Mengadakan upacara bendera menaikkan Sang Saka Merah Putih memperingati HUT RI adalah tradisi yang harus dipertahankan. Hal itu ditegaskan Sutopo, koordinator Satpam Graha Padma didampingi Kepala Satpam Sandi Kalono.
”Upacara 17-an sudah menjadi tradisi di Graha Padma. Sejak 2008 kami selalu melakukannya. Meski pandemi, Graha Padma tetap mengadakan upacara bendera memperingati HUT ke-75 RI tahun 2020,” jelas purnawiran TNI dari kesatuan Kodim 033 BS yang pensiun 2013.
Sutopo menambahkan, ”Kita sadar, kita ada saat ini berkat perjuangan para pahlawan. Untuk itu kami tetap memperingati HUT RI dengan protokol kesehatan. Meski peserta hanya 50 satpam, 25 satpam tetap berjaga di pos masing-masing, namun hal itu tidak mengurangi kekidmatan jalannya upacara.”
Menurut Sutopo, upacara 17-an hanya diikuti satpam adalah instruksi Direksi PT Graha Padma Internusa.
”Instruksi dari Pak Hendro, kita tetap upacara. Karena sudah menjadi tradisi. Peringatan HUT Ke-75 tetap upacara. Protokol kesehatan tetap diterapkan dengan menggunakan masker. Kita tetap jaga nasionalisme, cinta Tanah Air.”
Sandi Kalono menambahkan, kegiatan Upacara Bendera memperingati HUT RI dengan protokol kesehatan secara ketat adalah sesuai harapan pemerintah. ”Menghormati jasa para pahlawan yang membuat RI. Kita tanamkan rasa nasionalisme di dalam dada, selamanya,” tandas Sandi.
Meski dalam skala ”mini”, namun upacara berlangsung secara tertib dan khidmat. Para petugas dan peserta upacara dilatih setiap hari sebagai garda pratama, menguasai diri, disiplin diri, sabar.
”Kami latih tiap hari, mulai baris-berbaris, terutama pasukan pengibar bendera pusaka, petugas pembaca Pembukaan UUD 1945, MC, dan petugas sound system” kata Sutopo.
Sehingga susunan acara satu demi satu dibaca oleh MC dan dilaksanakan secara tertib, lancar, dan khidmat. Mulai laporan komandan upacara kepada inspektur upacara, pembacaan teks Proklamasi, pembacaan Pembukaan UUD 1945, amanat inspektur upacara, hingga doa dan pembubaran pasukan peserta upacara. (Ali)