3 December 2024
Home / Figure / FX Supanji: Ambil Posisi di Bakti Lingkungan

FX Supanji: Ambil Posisi di Bakti Lingkungan

Berbicara dengan Vice President Director Djarum Foundation FX Supanji, langsung kita merasa  keramahan dan kehangatan suasana yang terbangun. Supanji juga tidak memonopoli pembicaraan, dan ia tekun mendengarkan lawan bicaranya sampai selesai berbicara, baru kemudian ia berkomentar.

Dalam perbincangan dengan tim Padmanews di kantor Djarum Oasis Kretek Factory, Kudus, Supanji berbicara banyak tentang progam Djarum Bakti Lingkungan yang sekarang ia tangani. (Baca juga : Djarum Trees for Life Bukan Hanya untuk Manusia)

Diungkapkannya, beberapa hari setelah manajer Djarum Bakti Lingkungan mengundurkan diri. FX Supanji yang saat itu di posisi HRD Senior Manager dan selaku Pimpinan PB Djarum melihat kebingungan di antara para staf Bakti Lingkungan ketika mereka minta approval di kantor PT Djarum di Jalan A. Yani. Ia pun memberanikan diri menelepon President Director Djarum Foundation Victor Rachmat Hartono. “Vic, ini kan posisi pimpinan di Djarum Bakti Lingkungan kosong, bolehkah saya pegang?”

“Wah, kamsia ya Om”, jawab Victor, yang juga adalah Chief Operating Officer PT Djarum. Supanji tertawa kecil sambil menambahkan ceritanya, kalau biasanya jabatan ditawari, kali ini dia justru mengambil posisi.

Selang beberapa waktu diberitahukan bahwa posisi di PB Djarum dilepas dan digantikan oleh Yoppy Rosimin yang latar belakangnya atlit bulutangkis.

Saat diberitahukan hal tersebut Supanji berkata, “Saya sangat mendukung Yoppy selaku Pimpinan PB Djarum. Saya minta maaf ya Vic, karena selama saya pegang, prestasi PB Djarum tidak bagus”. Jawab Victor, “Gak papa Om, salah saya juga”.

Supanji kaget dengan jawaban Victor ini. Dia tak mengira seorang bos mau mengatakan bahwa itu kesalahan dirinya juga. “Benar-benar dia orang besar”, tuturnya.

Supanji juga bercerita bahwa Victor Hartono mau mengerti dan sangat sabar terhadap stafnya. Di saat Djarum mulai menggunakan komputer, suatu pagi di ruang kantornya Supanji membuka email dan mendapati ada pesan meeting request dari COO Djarum itu.

Supanji merespon dengan cepat dan segera mengirim email balasan kepada COO yang menyatakan siap mengikuti meeting tersebut. Selesai mengetik, dia menekan tombol “send”.

Selang beberapa menit, telepon di meja Supanji berdering. Ternyata Victor Hartono yang telepon. “Om….Om Kian Bauw (nama Supanji, red) dimana ?”

“Saya di meja saya, Vic”

“Oooo…okey. Ada komputer di depan Om?”

“Ada Vic…”

“Tolong dibuka meeting request dari saya, Om”

“Oiya, sudah Vic…”

“Okey, tolong dilihat di pojok kiri atas Om, ada tulisan ‘accept'”

“Ya, sudah Vic…”

“Nah klik ‘accept’ Om”

“Sudah, Vic”

“Nah itu sudah menjawab meeting request..”

Victor menyadari bahwa si Om ini “gaptek” dan mesti dituntun dengan sabar dari jauh. “Hehehe, kamsia Vic………, baru tahu” ungkap Supanji lirih.

Begitulah hal-hal yang membuat Supanji memiliki kesan baik terhadap COO Djarum Victor Hartono.

Pada saat mengambil posisi di Bakti Lingkungan, Supanji merasa itu hal yang timbul secara spontan saja, apalagi sejak kecil dia memang akrab dengan alam. “Jadi gak pakai ditimbang-timbang segala. Istri saya saja gak tahu. Baru setelah mengambil posisi itu, saya beri tahu hahaha”.

Sudah Parah

Mengenai masalah lingkungan ini menurutnya tidak akan pernah selesai, bahkan sampai anak keturunan kita, karena ketidakseimbangan bumi ini sudah sedemikian parah. “Sampai terjadi global warming, yang antara lain adanya pengrusakan dan pembakaran hutan, dan pengrusakan lingkungan lainnya. Sehingga terjadilah bencana banjir, tanah longsor, angin topan, dan meningkatnya cuaca yang panas. Fenomena ini menunjukkan bahwa Bumi menggeliat untuk menyeimbangkan diri dengan caranya sendiri”.

Untuk disadari bahwa bumi ini menyediakan segalanya buat umat manusia dan seluruh mahluk di atasnya untuk hidup dengan baik. “Tapi ingat, tidak boleh serakah. Kalau serakah, yang mengakibatkan bumi tidak seimbang, maka bumi akan menggeliat dan akan menyeimbangkan diri”, tuturnya.

Ia mengajak untuk menyimak salah satu penggalan lagu Ebiet G Ade tentang alam yang sangat pas menggambarkan hal ini. “Barangkali di sana ada jawabnya/Mengapa di tanahku terjadi bencana/mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita/yang selalu salah dan bangga akan dosa-dosa/atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita/coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”.

Perlakuan manusia terhadap lingkungan, menurut Supanji, sudah kelewat batas, sehingga kemudian lingkungan atau bumi ini menyesuaikan diri sesuai dengan caranya sendiri. “Sebenarnya manusia dan seluruh mahluk yang ada bisa hidup di bumi dengan baik dan cukup, asal tidak serakah”, ucapnya.

Makanya ia menegaskan bahwa tagline “Trees for Life” memang benar dan tepat. “Kamu boleh saja memangkas pohon-pohon, tetapi sebenarnya kamu sedang memangkas dirimu sendiri. Karena pohon-pohon ini sangat mendukung kehidupan manusia dan seluruh mahluk di bumi”.

Oleh karena itu, lanjut dia, program bakti lingkungan berusaha membuat bagaimana bumi tampak hijau, segar, dan teduh, serta sehat untuk kehidupan mahluk yang ada. “Jadi setiap ada usulan yang berkaitan dengan penghijauan, kita jalankan. Candi-candi yang tadinya gersang, kita hijaukan”, ucapnya.

Dalam pelaksanaannya penghijauan candi-candi ini tetap mengikuti aturan konservasi, misalnya jarak area yang bebas tanaman, selain juga memperhatikan aliran udara terhadap candi.

Supanji selalu bersemangat soal menghijaukan bumi ini. “Ada sebuah universitas yang slogannya 3P, Profit, People, dan Planet. Terus kepada rektornya saya katakan, kalau saya yang nomor tiga yakni Planet saya jadikan nomor satu. Dia jawab, bener juga ya”.

Perjalanan Diri

Supanji kelahiran 15 Januari 1944, sehingga pertengahan bulan Januari tahun depan ia akan berusia 79 tahun. Sejak kecil ia merasa dibesarkan oleh alam. Terbiasa berenang di sungai yang ada di Pati, sungai Dara maupun sungai Juwana.

Supanji menjalani pendidikan sekolahnya di Pati. Di Sekolah Menengah Pertama masih diasuh oleh para bruder Belanda, yang banyak mengajarkan kepribadian yang baik. “Misal unggah ungguh dan menghormati guru dan orangtua”.

Panji menceritakan kejadian di kelas II SMP, bahwa suatu hari seorang Bruder masuk kelasnya, yang selang 10 menit murid-murid masuk kelas, sang guru belum hadir. Bruder tersebut masuk kelas untuk memberitahukan bahwa guru matematika sedang sakit dan anak-anak diberi tugas saja. Spontan dan tanpa jeda waktu murid-murid bersorak riang.

Tapi, serta merta sang Bruder mengibaskan tali jubahnya dengan keras sambil berkata dengan tenang, ”dimana rasa simpatimu”. Klakep, semua murid bungkam dan diam, menyadari kesalahan mereka. “Ini suatu ucapan yang bernilai tinggi dalam menyadarkan perasaan murid terhadap gurunya, hanya dengan satu kalimat pendek “dimana rasa simpatimu”. Dan kejadian ini masih teringat hingga sekarang.

Ayah sering memberikan pendidikan dengan contoh-contoh cerita kejadian yang nyata.”Kalau nanti jadi suami ya suami yang baik. Jangan suka mukulin istri, main tangan. Wanita dipukul kan ya kalah”.

Sementara di keluarga, ayah mendidik 11 anak dengan disiplin tinggi. Ayahnya juga selalu menekankan kerukunan antar saudara. “Dalam bersaudara, kami yang bersebelas, Papa selalu bilang bahwa kalian itu bersaudara, jadi tidak usah sampai bertengkar karena uang. Uangmu uangku, uangku uangmu, jadi milik bareng bareng”, tutur Supanji.

Pernah pada acara pemakaman teman ayah di kota Pati, ada kakak beradik yang datang sendiri-sendiri. Satu naik kendaraan umum, yang satunya bawa mobil sendiri. Pulangnya pun sendiri-sendiri ke kota yang sama, Semarang, yang satu dengan kendaraan umum dan yang satu membawa mobil berkendara sendiri.

“Nah, apakah kejadian tersebut pantas dilihat banyak teman yang melayat? Lha mbok ya saudara yang bawa mobil itu memberi tumpangan kepada yang naik kendaraan umum”, tutur ayah Supanji.

Selepas SMA 1 di Pati sebenarnya ia ingin sekali masuk Akademi Maritim, namun ayahnya melarang karena khawatir kalau jadi pelaut nanti terlalu sering meninggalkan istri.

Kemudian Supanji mengikuti tes seleksi Angkatan Udara di Yogyakarta. Semua biaya transport dan akomodasi selama tes ditanggung, diberi penggantian uang. Setelah berbagai tes, sampai pada tes terakhir, Supanji dinyatakan tidak bisa diterima.

“Kenapa? Penguji bilang, kamu itu buta warna. Nanti kamu mendaratkan pesawat di laut, kamu kira rumput. Hehehe selama itu saya tidak tahu kalau ternyata buta warna partial”, tutur Supanji sambil tertawa.

Lalu ia kemudian mendaftar kuliah ke Yogya. Awalnya di Universitas Sanata Dharma, namun merasa tidak cocok. Kemudian ke Universitas Gadjah Mada mengambil kedokteran hewan. Baru menginjak tingkat empat, terpaksa harus pulang, karena ayahnya berhenti bekerja disebabkan pabrik tempatnya bekerja ditutup.

Akhirnya Supanji memutuskan berhenti kuliah dan mencari kerja. Datanglah ia ke kantor Djarum di Kudus. “Saat itu tahun 1967 bulan Juli tanggal 22. Dites langsung oleh Bapak Budi Hartono”. Supanji kemudian diterima masuk kerja di bagian produksi, mulai tanggal 24 Juli 1967.

Seterusnya adalah waktu kerja, kerja dan kerja. Kerja di bagian Giling Rokok Sigaret Kretek Tangan, waktu itu mulai jam 05.00 pagi hingga jam 17.30 termasuk kerja hari Minggu. Satu-satunya tanggal yang harus libur waktu itu adalah tanggal 17 Agustus. Merasa sudah punya uang sendiri, Supanji memutuskan untuk main ke Semarang. “Gaji saya waktu itu Rp 3.500,- sementara bayar kos Rp 250,-. Jadi sisa banyak”, tuturnya.

Waktu itu bus ke Semarang tidak seperti sekarang,  yang setiap saat tersedia. Dulu harus nunggu berjam-jam untuk naik bus. Setelah dapat bus, kemudian berangkatlah dia ke Semarang. Belum lama berjalan, tiba-tiba bus itu mogok setelah lewat jembatan Tanggulangin

Supanji turun dan memutuskan berjalan kaki ke arah Semarang, memisahkan diri dari kerumunan penumpang yang butuh tumpangan, sambil cari kendaraan tumpangan ke Semarang. Di belakangnya menyusul seorang bapak memakai seragam aparat. Ketika mendengar dari arah belakang ada mobil, Supanji langsung mengacungkan tangan, tanda minta untuk menumpang.

Si bapak aparat tadi nyeletuk, “Mobil bagus begitu apa mau ditumpangi?”

Ternyata mobil itu berhenti, dan Supanji segera berlari mendekat. Pintu mobil terbuka, dari dalam ada suara yang menyuruhnya masuk. “Lho, ternyata Pak Budi Hartono……Ketika itu saya melihat bahwa hanya saya yang bisa numpang, karena di tempat duduk depan ada Pak Budi dan sopir, tempat duduk belakang mobil penuh dengan contoh-contoh tembakau, sehingga bapak aparat tadi bisa ikut”, katanya sambil tertawa kecil. Jadilah ia menumpang mobil bos sampai Semarang. Betapa bersyukurnya hatinya.

Karena adanya persoalan dengan kualitas rokok produksi giling tangan, timbul ancaman fisik, Supanji kemudian dipindah ke bagian gudang. Memegang jabatan kepala gudang, kemudian di tahun 1979 ia ditarik di bagian produksi sebagai supervisor.

Pada tahun 1984, Supanji diberi tanggung jawab di bagian HRD seiring dimulainya pengembangan system kepersonaliaan di Djarum.  Di bagian HRD Supanji berkecimpung cukup lama, hingga tahun 2014.

Ada kisah menarik lagi ketika Supanji menjabat di HRD. Suatu ketika Supanji selaku Senior HRD Manager mempunyai seorang General Service Manager dan Armand W. Hartono adalah merupakan HRD Director.

Mulyawan, yang menjabat GS Manager saat itu diajak oleh Armand untuk mengikuti seminar di Singapura bersama Armand.

Singkat cerita sesampainya di Singapura, Mulyawan diajak menginap di rumah Armand di Singapura, sehingga tidak perlu membayar biaya hotel selama mengikuti seminar. Selain itu juga lebih praktis dalam hal transportasi pergi dan pulang seminar.

“Malam pertama lewat, dan di suatu pagi yang cerah Mulyawan bangun pagi dan seperti biasa apabila di rumah, dia minum kopi sambil mengisap rokok di beranda belakang rumah”.

Ketika sudah puas dengan waktu santainya di pagi itu, Mulyawan melangkah masuk menuju ke kamar dimana dia tidur semalam. “Namun alangkah terkejutnya dia, ketika melihat Pak Armand sedang mengepel lantai kamar dimana dia tidur semalam. Ia serta merta meminta alat pel untuk menggantikan ngepel lantai yang dipakai Pak Armand”, tutur Supanji.

Mulyawan: Pak Armand pinjam alat pelnya, saya yang akan ngepel lantainya.

Armand: Tenang Pak Mul, biarkan saya ngepel rumah saya sendiri, dan hal ini biasa saya lakukan kok.

Speechless, Mulyawan tidak bisa bicara apa-apa dan hanya merasa sungkan saja. “Suatu pelajaran yang sangat berharga dan tinggi nilainya bagi kita semua yang mendengar cerita dari Mulyawan ini”, kata Supanji.

Nah, seminar berakhir dan Mulyawan pulang ke Kudus dan bekerja seperti biasa di kantor. Namun, apa yang diceritakan sebagai oleh-oleh kepada rekan kerja bukannya isi dan hasil dari seminar di Singapura, “Melainkan cerita pelajaran berharga dari Pak Armand, bahwa Pak Armand mengepel lantai kamar dimana Mulyawan tidur”.

Beberapa tahun sebelumnya Supanji juga memegang pimpinan PB Djarum. Supanji pulalah yang menjadi project manager pembangunan GOR PB Djarum di Desa Jati.

Saat itu dia menerapkan idenya yaitu memberi ventilasi di bawah lapangan dengan memasang exhaust fan di ruang bawah lapangan sehingga mencegah kelembaban kayu penyangga lapangan, sehingga tidak diserang rayap, seperti kejadian di GOR Kaliputu. Waktu berkunjung di GOR PB Djarum,Tan Joe Hok memberi komentar bahwa lapangan yang berventilasi dan ber-exhaust ini adalah satu-satunya lapangan bulutangkis yang ada di dunia.

Sekarang Supanji tampak giat menangani Djarum Foundation Bidang Lingkungan, yang sangat menantang dan programnya berkelanjutan akan berlangsung lama. (BP)

About Eddy