Harso Dinomo mulai menjajakan mi kopyok, dengan berkeliling di wilayah pusat kota Semarang pada tahun 1970-an. Lalu pada tahun 1980-an ketika kantor PLN Jalan Tanjung membuka semacam pujasera internal, dia berjualan di salah satu counter.
Setelah jalan beberapa tahun, tempat kuliner PLN itu ternyata ditutup, sehingga akhirnya Harso berjualan di trotoar Jalan Tanjung. Namun sejak itu justru usahanya jualan mi kopyok bertambah maju.
Hingga kini sudah menetap di Jl. Tanjung No. 18A, Sekayu, Semarang Tengah. Bukanya mulai dari jam 08:00 hingga 16:00 WIB. Satu porsi mi kopyok di sini dipatok Rp 14 ribu.
Menurut anak keduanya, Sutarto, untuk membedakan dari penjual mi kopyok lain, pelanggan menamainya Mi Kopyok Pak Dhuwur. Ini memang karena Harso memiliki postur tubuh yang cukup tinggi.
Sekarang ini punya beberapa cabang, selain di Jalan Tanjung, ada di pujasera Jalan Kiai Saleh dan di Banyumanik. Kemudian ada satu di Jakarta di Jalan Dr. Sumarno-Sentra primer Jakarta Timur depan kantor walikota Jakarta Timur.
Sajian mi kopyok ini berisikan mi, potongan lontong, irisan tahu pong, tauge, irisan daun seledri, taburan bawang goreng dan kerupuk gendar atau karak yang sudah remah. Kemudian disiram dengan kuah kaldu rempah.
“Kuahnya hanya dari kaldu rempah-rempah, sama sekali tidak pakai kaldu daging. Jadi ini murni nabati, ciri khasnya mi kopyok memang tampilan yang sederhana tanpa daging,” tutur Sutarto.
Yang membedakan dan membuat Mi Kopyok Pak Dhuwur khas adalah sambalnya memakai sambal kacang. Mi yang dipakai buatan sendiri, yang dipasok rekanan di Puspanjolo Semarang. Lontong dari Demak, yang juga sudah merupakan langganan lama.
Menurut Sutarto, nama mi kopyok sudah ada sejak sebelum ayahnya berjualan. Dinamakan kopyok karena dalam prosesnya mi dimasak dengan cara dikopyok-kopyok atau dicelupkan secara berulang ke air yang mendidih.
Saat dikopyok, mi sudah dalam keadaan matang. Sebelum dikopyok mi akan terasa kenyal, oleh karena itu tujuan dikopyok adalah untuk membuat mi menjadi lebih lembek. Karena disajikan dengan lontong, mi kopyok juga dikenal dengan sebutan mi lontong. Dulu juga disebut sebagai mi teng teng, karena ketika menjajakan sambil memukulkan sendok ke piring.
Pelanggan Pak Dhuwur dari berbagai kalangan. Bahkan Walikota Hendar Prihadi (Hendi) sering mampir. Kemudian mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso yang merupakan tokoh asal Semarang. Sutiyoso sering pesan jika sedang tilik kubur di Gunung Pati. (bp)