Berdiri di area yang tadinya merupakan air mancur bundaran Bubakan, bangunan berekspose bata coklat ini diharapkan bisa menjadi destinasi wisata baru di Kota Semarang. Ya, inilah Museum Kota Lama Semarang.
Museum yang dibangun oleh Kementerian PUPR dengan biaya Rp 3,9 miliar ini memotret sejarah Kota Lama Semarang. Pengunjung akan menyaksikan bagaimana Kota Semarang, khususnya di kawasan kota lama, bertumbuh.
Dengan penggunaan teknologi imersif, yang memakai layar 3D, pengunjung diajak menikmati gabungan suasana nyata dengan suasana digital. Museum juga menampilkan sejumlah artefak peninggalan kuno, serta stasiun bawah tanah jaman dulu yang terpendam.
Memasuki pintu museum, kita disambut oleh ruang imersif dengan sebuah perahu terletak mepet ke tembok. Proyektor kemudian menyorotkan visual laut, sehingga perahu seperti bergoyang-goyang di atas air. Pengunjung bisa naik dan duduk di atas perahu untuk mengambil foto.
Pemandu tur museum Nasrullah mengatakan, ruang imersif ini menggambarkan awal mula kawasan kota lama adalah pelabuhan. “Ini menunjukkan peran penting Semarang sebagai simpul perdagangan”, tuturnya.
Kemudian imersif lain, tambahnya, adalah imersif tembok runtuh yang menarasikan awal abad 18 saat Daendels merobohkan benteng kota. Sementara imersif trem menarasikan jalur trem uap lintas Semarang, yang dioperasikan Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij.
Para pengunjung bisa naik ke trem ini. Sorot proyektor yang menggambarkan suasana kota yang bergerak menjadikan trem seolah olah sedang menyusuri rel dalam kota.
Ruang full immersive, menurut Nasrullah, menarasikan Benteng de Vijfhoek, tergambar dalam peta tahun 1695 berdiri di sisi timur Sungai Semarang berdenah segi lima dengan lima bastion, yakni de Zee, de Smits, de Amsterdam, de Ceylon, dan de Herstellers.
Fase Perkembangan
Selain ruang imersif, ada juga ruang yang memuat story line Kota Lama Semarang. Menurut Nasrullah, ada beberapa fase dalam menggambarkan perkembangan Semarang. Yakni fase pra benteng, fase benteng, dan fase pasca benteng.
Dalam fase pra benteng diceritakan Semarang pada tahun 1541 – 1546 telah menjadi pelabuhan besar dengan kapal memuat seribu jung, dengan masing-masing kapasitas 400 prajurit. Ini masa dimana VOC menjalankan perdagangan di pelabuhan pesisir Jawa.
Di fase benteng berdiri Benteng Vifjhoek yang namanya sesuai dengan denah dasarnya berbentuk segi lima, dilengkapi dengan bastion di kelima sudutnya. Masing-masing dinamai Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk, dan Bunschoten.
“Setelah Benteng Vifjhoek dirobohkan, kemudian dibangun benteng baru mengelilingi permukiman Belanda. Benteng kota ini memiliki tiga buah gerbang besar, yakni Gerbang de Wester (Gouvernementspoort), Gerbang de Zuider, dan Gerbang Ooster Poort”, jelas Nasrulah.
Sementara fase Pascabenteng dimulai sesuai catatan sejarah pada tahun 1882. Perusahaan bernama Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) membangun jalan rel di Kota Semarang pada tahun 1882 – 1883 sepanjang 12 km. Rutenya Pendrikan – Jurnatan, Jurnatan – Jomblang, Jurnatan – Bulu, kemudian rute Jurnatan – Samarang (NIS) dan Jurnatan – pelabuhan Semarang.
Secara keseluruhan, menikmati potret sejarah Kota Lama Semarang sungguh menarik. Museum seperti ini bisa menjadi objek wisata yang mengedepankan unsur pendidikan dan pelestarian warisan budaya.
Museum juga berfungsi sebagai pendorong tumbuhnya rasa bangga dan cinta tanah air atau nasionalisme, minimal kecintaan terhadap kotanya. Tak kalah penting, adalah menjadi pusat informasi dan dokumentasi warisan budaya bangsa.
Museum Kota Lama Semarang dibuka untuk umum dengan jam operasional Selasa – Jumat jam 10.00 – 15.30, Sabtu – Minggu 09.00 – 15.30, sementara Senin libur. Tiap kunjungan dibagi beberapa sesi dengan waktu tiap sesi setengah jam. Saat ini masyarakat masih bisa berkunjung secara gratis. Yang harus dilakukan adalah membooking tiket melalui aplikasi Lunpia, kemudian memilih tanggal dan sesi. “Untuk saat ini satu akun hanya berlaku untuk satu tiket”, terang Nasrullah. (bp)