3 December 2024
Home / Food Story / Perjalanan Mi Yang-Jun ke Indonesia

Perjalanan Mi Yang-Jun ke Indonesia

Mi merupakan salah satu makanan yang mudah kita jumpai di Indonesia. Hidangan ini biasa dijajakan di restoran hingga warung pinggir jalan. Makanan satu ini juga dapat diolah menjadi beragam masakan, seperti mi goreng serta mi pangsit. Namun, pernahkah Anda mendengar tentang mi Yang-jun?

Mi Yang-jun merupakan mi dasar yang dijual dalam gerobak dorongan. Mi ini terbuat dari adonan tepung dan air yang dibentuk menjadi lembaran dan dilipat-lipat. Lipatan itu diiris menjadi pita-pita yang kemudian ditarik panjang sehingga membentuk untaian mi. Perlu keterampilan tangan untuk membuat mi ini secara tradisional.

Mi jenis ini dibawa oleh pendatang Tiongkok ke Indonesia. Di negara asalnya, terdapat beragam olahan mi. Ini karena mi merupakan makanan utama di Tiongkok. Orang Tiongkok pula yang menamakan makanan itu sebagai mi. Sementara noodle, yang merupakan bahasa Inggris dari mi, berasal dari bahasa Jerman yakni nudel.

Mi Yang-jun adalah salah satu olahan mi asli Tiongkok yang tersohor. Sebelum terbentuk jenis olahan ini, mi sendiri melewati sejarah panjang untuk dapat tersebar dan dikenal ke berbagai negara di dunia.

Asal Mula Mi

Perdebatan tentang asal-usul mi masih diperbincangkan hingga sekarang. Persia, Italia, dan Tiongkok sama-sama menyebut diri sebagai daerah asal mi. Lantas dari manakah sebenarnya mi berasal?

Catatan tentang mi tertulis dalam buku sejarah Dinasti Han yang berusia lebih dari 2000 tahun lalu. Kala itu, beras dan gandum belum masuk ke Tiongkok, sehingga mi dibuat dari biji jawawut yang hanya tumbuh di Tiongkok bagian utara.

Awalnya, mi tersebut masih berbentuk pia, bukan pita-pita yang ditarik panjang. Bentuk pia itu didapat dari adonan tepung jawawut yang dibuat menjadi seperti roti. Beberapa adonan juga dipotong dengan peralatan batu hingga membentuk pita. Namun, karena adonan jawawut tidak banyak mengandung protein, adonan itu tidak bisa ditarik panjang seperti mi sekarang ini.

Kemudian, jejak baru perjalanan mi ditemukan pada 2005 di desa Lajia. Lajia merupakan desa di provinsi Gansu, barat laut Tiongkok. Desa ini hancur karena bencana gempa bumi sekitar 3900-4000 tahun lalu. Desa yang dijuluki sebagai “Pompeii Tiongkok” itu terpendam bersama dengan benda-benda dari peradaban tersebut.

Salah satu peninggalan yang ditemukan di situ adalah mangkok tengkurap yang berisi benda seperti mi. Peneliti kemudian menyelidik kandungan bahan di temuan tersebut. Ternyata, benda itu adalah mi yang terbuat dari jawawut. Penemuan ini menjadi bukti sejarah mi tertua di dunia hingga saat ini.

Selain Tiongkok, mi juga disebut-sebut berasal dari Italia. Cerita bermula pada abad 13, Marco Polo diyakini membawa bekal mi dalam perjalanan pulangnya dari Tiongkok. Namun ia tidak menceritakan hal ini di dalam bukunya. Marco Polo kemudian dianggap menyebarkan mi, yang lebih dikenal sebagai pasta, ke berbagai penjuru Eropa.

Sebetulnya, orang Italia, tepatnya bangsa Etruska, telah mengenal mi atau pasta sejak abad ke 4 Masehi, jauh sebelum zaman Marco Polo. Mereka biasa mengonsumsi makaroni atau vermiseli, sehingga mengira mi atau pasta ini berasal dari daerah mereka.

Sejarah lain menyebutkan sesungguhnya orang-orang Timur Tengah ataupun Asia Tengah yang memperkenalkan mi melalui jalur Sutra. Mi dapat sampai ke Italia karena jalur ini melalui Sisilia.

Mi tersebut berasal dari daerah sekitar Irak bagian timur yang telah mengenal penanaman gandum sejak 9000 tahun lalu. Gandum merupakan bahan dasar membuat tepung terigu (dalam bahasa Portugis disebut trigo), yang kemudian dapat diolah menjadi mi.

Berkat adanya jalur perdagangan, manusia melakukan perjalanan ke berbagai negara dan mengalami pertukaran budaya. Pertukaran ini pula yang akhirnya membuat mi dari Persia dapat dikenal hingga ke Tiongkok maupun Italia.

Mie Yang-jun dan Penyebarannya

Setelah menilik perjalanan panjang mi ke berbagai daerah di dunia, kini saatnya menengok sejarah mi Yang-jun. Mi yang berasal dari Suzhou, Tiongkok ini menyebar ke Shanghai dan kini populer di Taiwan. Mi ini hanya dibuat dengan campuran tepung dan air, tanpa telur dan minyak. Karena itu, warnanya menjadi pucat, seperti sinar matahari.

Yang-jun berarti kehangatan matahari di permulaan musim semi. Masa ini bisa dirasakan di bulan ke-10 Imlek (kalender lunar Cina). Karena itu, bulan ke-10 sering disebut sebagai bulan Yang-jun.

Sewaktu Tiongkok sedang mengalami kesulitan di masa perpecahan, terdapat hidangan yang berisi mi putih dalam air tawar seharga sepuluh sen. Karena kebiasaan orang Tiongkok menyebut sepuluh dengan “Yang-jun”, maka mi itu dinamai sebagai mi Yang-jun.

Seiring dengan majunya peradaban, orang-orang pun berdagang dan bermigrasi ke negara-negara lain. Orang-orang Tionghoa juga bermigrasi ke negara-negara lain, salah satunya Indonesia. Saat merantau ke Nusantara, mereka pun membawa mi Yang-jun.

Mereka menjajakannya dengan gerobak dorongan sembari memukul sepotong bambu kecil sehingga mengeluarkan bunyi “tok, tok, tok”. Dari situlah orang Tionghoa pendatang sering mendapat julukan Cina totok.

Begitulah cara Indonesia mengenal mi Yang-jun. Kini, mi telah berkembang pesat dan disukai masyarakat dunia dengan segala variasinya.

( Disadur dari tulisan Anthony Hock Tong Tjio oleh CN Hendarto ) – rgn