Namanya Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT). Lokasinya di Jalan Mayangsari No 2 Salatiga. Inilah lembaga kursus yang mengajarkan berbagai model pertanian, baik kepada petani maupun khalayak umum yang berminat.
Tim Padmanews diterima salah seorang pengelolanya, Br. Antonius Dieng Karnedi SJ di KPTT yang asri, yang nampak depannya adalah pemandangan Gunung Merbabu.
Br Dieng mengisahkan, KPTT didirikan pada 1 September 1965 oleh tiga lembaga, yakni Petani Pancasila, IKIP Sanata Dharma, dan Seksi Sosial Konferensi Wali Gereja Indonesia. Keprihatinan saat itu yang hendak ditanggapi adalah soal pangan.
Setelah 20 tahun merdeka ternyata persoalan pangan masih terjadi. Oleh karena itu salah satu solusinya kemudian adalah mengembangkan pertanian. Dianggap saat itu banyak orang yang pengetahuan bercocok tanamnya belum berkembang.
Maka di awal pendirian, kursus petani ini melayani banyak petani dari Papua, NTT, Kalimantan, dan sebagainya. “Kami juga mempromosikan kepada para bupati atau camat, sehingga mereka ke sini”, katanya.
Pendidikan pertanian itu terus berlangsung selama 57 tahun sampai sekarang. Jika sekarang ingin melaju lebih cepat, KPTT ingin melakukan pendidikan kepada petani milenial. Jumlah peserta kursusnya memang berbeda dengan waktu awal dulu.
Dulu ada program kursus satu tahun, juga ada yang enam bulan. Sekarang kursus dibuat lebih pendek. “Sekarang ini program kursus ada yang sehari, tiga hari, satu Minggu, satu bulan, tiga bulan dan enam bulan”.
Kalau sehari itu biasanya field trip, yang ingin belajar pertanian barang satu dua jam. Kebanyakan segmen ini adalah anak anak sekolah. “Ini memang keinginan mereka sendiri, ingin waktu yang pendek, tidak mau yang terlalu panjang”.
Kegiatan utama KPTT memang kursus pertanian, namun hanya mengandalkan kursus ternyata juga agak susah berjalan. KPTT memiliki 48 karyawan, sehingga kalau hanya mengandalkan kursus sangat kurang. Maka kemudian KPTT juga mengandalkan produksi.
KPTT memproduksi sayur mayur dan juga peternakan. “Kami punya peternakan babi sekitar 500 ekor”, katanya. Selain daging, juga dibuat se’i babi. Kemudian ada greenhouse strawberry yang sedang dikembangkan. Lalu ada juga hasil perkebunan seperti kopi, lada, jahe, pepaya.
KPTT memiliki tiga area, yang pertama seluas 1,3 ha, kemudian area dua 1,6 ha, dan area tiga yang paling luas sekitar 7 ha. Di area tiga inilah peternakan babi yang menjadi andalan KPTT berlokasi.
Ketika pandemi terjadi, banyak peternakan babi di Solo, Klaten, Kopeng yang mati ternaknya karena terserang virus. Peternakan babi KPTT pun mendapatkan limpahan pesanan. Saat itu harga 1 kg babi hidup bisa mencapai Rp 70 ribu. “Sekarang harga agak turun, tetapi setiap bulan kita bisa menjual sampai 80 ekor”.
Bertani Cerdas
KPTT menamai kursusnya smart and scientific farming. “Kami mengajak petani untuk bertani secara cerdas. Jadi kalau sungguh sungguh menjalani pertanian memang harus cerdas, mulai dari benih hingga panen, dan juga pasca panen. Semua harus terukur, bisa diteliti dengan percobaan dan lain lain”.
Segmen peserta kursus sekarang ini kebanyakan anak-anak muda. Misal ada sekolah yang punya kurikulum pertanian. “Mereka mengundang, kemudian kami datang. Atau mereka datang antara sehari hingga tiga hari”.
Kemudian, ada beberapa anak muda yang dikirim oleh lembaga, yakni Yutaka Education Centre, yang merupakan lembaga bahasa Jepang yang menjadi penyalur anak-anak muda yang akan menjadi petani di Jepang. “Mereka belajar bahasa dulu, kemudian dibekali kursus pertanian, baru kemudian dikirim ke Jepang. Sudah ada empat angkatan yang berangkat”.
KPTT juga menjadi tempat magang bagi sekolahan dan universitas. Misal di Ambarawa ada SMK SPP (Sekolah Pertanian Pembangunan), yang biasa mengirimkan siswa untuk magang selama tiga bulan.
Selain itu ada juga pribadi pribadi yang tertarik untuk belajar pertanian. Mereka umumnya menjelang pensiun yang punya dana untuk usaha dan tertarik di bidang pertanian. Kepada mereka diajarkan basic farming dulu, untuk pilihan komoditasnya apa nanti menyusul.
“Apa pun komoditasnya, mereka harus tahu dulu media tanamnya apa, karena di dalam media itu ada unsur hara dan juga unsur kimia. Makanan tanaman ya dari bahan kimia itu, N,P,K, Mg, Ca (makronutrien) Fe, B, Zn, Mo (mikronutrient) dan sebagainya. Kemudian yang kedua, kami ajarkan tentang nutrisi atau unsur hara, bagaimana cara mengolah, bagaimana tanaman menyerapnya, ukurannya, lalu bagaimana menambahkannya dan bahan apa saja yang bisa ditambahkan. Misalkan pupuk organik, bahan kimia, atau pupuk cair”.
Yang ketiga, pengendalian hama dan penyakit tanaman. “Kalau mereka sudah tahu cara bercocok tanam, kemudian tanaman tumbuh, tapi kalau diserang hama tanaman ya gak bisa panen”.
Tiga hal ini yang secara khusus akan diajarkan sebelum mereka memutuskan komoditi apa yang akan mereka tanam. Setelah memahami ketiga dasar tadi kemudian dipandu ingin mengembangkan komoditi apa yang dimaui. “Kami sendiri saat ini juga sedang mengembangkan edamame (kedelai Jepang) yang ternyata cocok dan berkembang dengan baik”.
Model Pertanian
KPTT menawarkan berbagai model pertanian kepada peserta kursus, apakah mau cara yang tradisional, model greenhouse dengan drip system dan hidroponik. “Kebanyakan petani dalam mengelola greenhouse memang menggunakan nutrisi AB Mix. Nutrisi ini berisi unsur hara makro dan mikro untuk tanaman. Nah ini harus tahu cara meraciknya, sebab kalau tidak akan menjadi mahal”. KPTT sendiri mengembangkan Hoagland Solution untuk mengganti AB Mix. Hoagland 3 kali lebih murah jika dibandingkan dengan AB Mix. Syaratnya, harus diracik sendiri.
Jadi pada dasarnya terserah kepada para petani yang mau belajar, apakah menggunakan cara tradisional, modern atau gabungan tradisional dan modern. “Yang jelas target kami adalah petani menengah ke bawah. Kalau yang menengah ke atas bisa belajar di tempat lain yang lebih canggih dan cara yang modalnya lebih banyak”.
Dan karena KPTT merupakan lembaga sosial yang tidak semata mata mengejar profit, kebanyakan petani yang belajar memang menengah ke bawah.
Harga paket satu bulan Rp 2 juta sudah termasuk tempat tinggal, di asrama putera maupun puteri, juga makan tiga kali sehari dan snack dua kali. “Untuk yang tiga bulan dan enam bulan, bayarnya sama tiap bulan Rp 2 juta. Sedangkan paket tujuh hari Rp 950 ribu, sehingga per harinya Rp 150 ribu”, katanya.
Ketika pandemi KPTT juga pernah mengadakan kursus secara online. Dan ternyata yang mendaftar banyak juga yang dari perkotaan. “Ini cukup mengagetkan, karena ternyata banyak orang kota yang berminat dengan pertanian”.
Br Dieng juga mengungkapkan bahwa meskipun tidak sebanyak dahulu namun peserta kursus tetap ada. Bahkan kebanyakan para peminat pertanian ini adalah anak anak muda. “Sehingga kami optimistis bahwa dunia pertanian tetap akan diminati, apalagi sekarang ini dunia sedang mengalami krisis pangan global”.
Adapun jenis komoditi yang dikembangkan dan diajarkan di KPTT terbagi dalam tiga golongan, yakni pertama, sayur mayur yang kelompok sawi-sawian (brasika), meliputi selada, sawi putih, sawi pahit, sawi pagoda, kol dan sebagainya. Ini ada di lahan area satu
Kemudian kelompok amaranthaceae dan yang berbatang lunak yakni bayam,kangkung, . Lalu kelompok sayur yang menghasilkan buah (solanaceae) seperti tomat, tomat cherry, cabe, terong ada di area dua. Di area tiga dikembangkan produk perkebunan, yakni lada, kopi, jahe, pepaya, alpukat dan masih banyak lagi yang lain.
Untuk pasar sayur mayur sudah ada di Semarang. Orang pesan online pada hari sebelum Selasa dan Jumat. Pada hari Selasa dan Jumat produk sayur mayur didrop, di antaranya ke paroki-paroki, termasuk Bongsari dan Katedral di Semarang. September ini untuk penjualan memakai aplikasi go store dan Moka, yang rencananya akan dilaunching pas ulang tahun pada 1 September 2022.
Untuk pemasaran kopi dan lada memakai sistem online menggunakan WhatsApp business, termasuk juga penjualan produk babi. Seminggu paling tidak memotong satu babi untuk dibuat se’i babi.
Ke depan, KPTT yang dikelola oleh Serikat Yesus ini direncanakan melakukan beberapa hal. Ini sejalan dengan rencana Serikat Yesuit Global untuk sepuluh tahun ke depan ada empat cita-cita bidang pelayanan.
Yang pertama, menunjukkan jalan menemukan Tuhan. Jadi orang-orang yang berada di lingkungan karya Jesuit itu akan diajari menemukan jalan-jalan menuju kepada Tuhan. Kemudian, berjalan bersama orang muda, dalam hal pendidikan, kerohanian, keahlian dan sebagainya.
Ketiga, punya perhatian kepada orang miskin dan yang tersingkir. Contoh kecil yang dilakukan oleh KPTT untuk mewujudkan opsi ini misalnya dengan menerima Peserta kursus dari Nusa Tenggara Timur(NTT) dan beberapa tempat lain, meski tidak mampu membayar kegiatan kursus. Yang keempat adalah merawat bumi. Caranya dengan bertani. Di KPTT itu yang diperkenalkan adalah pendidikan pertanian organik, sehingga lebih lestari dan ramah lingkungan.
Selain empat hal tadi, KPTT juga ingin menjadi lebih mandiri dan menjadi rujukan bagi siapa saja ingin belajar pertanian. Hal ini nantinya akan didukung dengan pembenahan di berbagai bidang, misal media yang digunakan, model pendidikan, sistem marketingnya, dan sebagainya. “Bahkan aset-aset juga kami benahi”.
Sementara itu, seorang sukarelawan di KPTT yang tadinya bekerja di ATMI Surakarta, Jennifer Ongko Raharjo yang biasa dipanggil Jeje mengungkapkan, ia mengerjakan aplikasi teknologi dalam pengembangan pertanian.
Meski dulunya kuliah di ATMI di jurusan teknik perancangan mekanik dan mesin, Jeje pada dasarnya sangat menyukai bercocok tanam. Itulah sebabnya ia menikmati perannya di KPTT. Ia berharap jika nantinya semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam pengelolaan KPTT, maka KPTT bisa lebih fokus, baik di pendidikannya maupun di produksinya. (bp)