8 October 2024
Home / Inside / Laguna Greenhouse Farming Graha Padma Tur Destinasi Wisata Pertanian

Laguna Greenhouse Farming Graha Padma Tur Destinasi Wisata Pertanian

Menempati lahan seluas satu hektare, Laguna Greenhouse Farming Graha Padma, kebun melon yang dibudidayakan secara hidroponik, panen perdana pada Minggu (5/6).

Panen dihadiri oleh Stefanus Rangga Santoso, founder Laguna Greenhouse Farming Graha Padma, Arvin Wijaya selaku co-founder, serta para investor antara lain Hendro Setiadji, Agoes Wijayanto, Heru Budianto dan Iswanto Santoso.

Tepat pukul 10.00, tim Padmanews dan rombongan menuju lahan perkebunan. Di sana sudah tersedia berbagai peralatan untuk memanen, seperti gunting, alat pengukur, keranjang buah, dan juga jubah. Jubah disediakan untuk dikenakan ketika berada di dalam kebun.

Sebelum memasuki perkebunan, rombongan mengenakan jubah. Tujuan memakai jubah untuk meminimalisir kontaminasi dari luar, karena melon tanaman yang sangat sensitif terhadap organisme pengganggu tanaman. Hama, virus, bakteri sangat bisa menempel di pakaian kita sehari-hari. Karena itu, siapa pun yang ada di dalam kebun diwajibkan memakai jubah.

Memasuki area kebun, terlihat hamparan pohon-pohon melon dengan buahnya yang berbentuk lonjong dan berkulit hijau tua. Tanaman tertata rapi dengan daun-daun menjuntai. Setiap baris tanaman terdapat tali yang dipasangi kertas warna-warni.

“Itu namanya flag trap. Digunakan sebagai perangkap untuk serangga atau hama. Karena kebanyakan hama tertarik dengan spektrum warna kuning dan biru,” kata Stefanus Rangga Santoso, founder/pendiri Laguna Greenhouse Farming Graha Padma.

Selanjutnya, melon-melon yang bergelantungan dipanen. Proses panen ini cukup selektif, tidak bisa sekaligus. Perlu waktu satu minggu untuk memanen buah tersebut hingga habis. Satu per satu melon mulai dipetik menggunakan gunting. Ada teknik untuk memotong buah melon dari tangkainya.

Caranya, disisakan tangkai berbentuk T, yang merupakan ciri khas dari negara Jepang untuk menjadi indikator kesegaran dari buah tersebut. Karena seiring dengan waktu tangkainya akan layu. Jadi, ciri ini bisa dijadikan cara untuk mengetahui ketika kita membeli buah apakah masih baru atau sudah lama.

Keceriaan panen perdana melon di Laguna Green House Farming.
Pengemasan melon dilakukan dengan cermat dan higienis.

Setelah dipetik, buah lalu diletakkan dan dikelompokkan sesuai dengan ukurannya, yaitu besar dan kecil ke masing-masing keranjang. Setelah itu buah dibawa ke ruang penyimpanan hasil panen untuk ditimbang, dicuci dengan ozon, dicek kadar kemanisannya, dibungkus kertas buah, diberi label Laguna, dan selanjutnya dikemas untuk dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan jumlah pesanan.

Laguna Greenhouse Farming Graha Padma merupakan kebun hidroponik kedua yang didirikan oleh Stefanus Rangga Santoso. Kebun pertama ada di Kudus dan sudah berhasil menjadi pemasok melon premium dengan kapasitas produksi 3,7-4 ton melon per 20 hari.

Kebun yang berada satu lokasi dengan perumahan Graha Padma Semarang ini, total menempati lahan 1,7 hektare. Lahan seluas itu dipergunakan untuk ruang meeting, kantor, gudang, karyawan dan macam-macam, serta pemotong jalan. Sementara yang bersih untuk menanam melon yakni satu hektare dan dibagi menjadi empat kebun dengan luas masing-masing 2.500 m2.

Selain untuk produksi buah melon, Laguna Greenhouse Farming ini ke depan akan dibuka untuk umum. Kebun ini akan dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata kreatif yang baru ada di Kota Semarang, sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Lalu, apa saja yang akan ditawarkan dari Laguna Greenhouse Farming Graha Padma ini?

Rangga mengungkapkan, jika semua yang dibutuhkan sudah diurus, dari penataan yang bagus hingga proses-proses lainnya telah selesai, baru akan dibuka untuk umum. Masyarakat bisa ikut melihat kebun hidroponik tersebut. Direncanakan, ada semacam tur kebun untuk para pengunjung.

“Sedikit gambaran, rencananya proyek ini akan dibuat tur kebun. Mereka yang datang ke sini bisa berwisata kebun sekaligus melihat sistem proses pertanian hidroponik. Dengan demikian, mereka tidak sekadar mendapatkan hiburan, tapi juga memperoleh value atau ilmu bertani hidroponik setelah datang ke sini,” kata Rangga.

Sementara itu, Arvin Wijaya, selaku pengelola Laguna Greenhouse Farming Graha Padma memaparkan, secara teknis nantinya rombongan atau orang yang berkunjung ke Laguna terlebih dahulu masuk di ruang tamu/transit yang sudah dipasangi televisi.

“Di ruang tamu, kita share dulu Laguna itu apa sih. Perjalanan Laguna dari awal itu bagaimana. Dari awal berdiri, kita mencoba pertanian segala macam, terus kenapa kita pakai teknologi ini, keunggulan kita apa, dan sebagainya. Nah nanti akan dijelaskan melalui video di televisi. Setelah itu, mereka boleh berkeliling, bisa melihat kebun dan bisa ikut panen sekaligus. Tentunya, kunjungan-kunjungan umum ini disesuaikan dengan waktu panen,” kata Arvin.

Siap meluncur ke konsumen

Karena itu, menurutnya, nanti akan dibuat jadwal, seperti buka tanggal sekian dengan jam-jam buka yang juga diatur. Dimungkinkan, lanjut dia, kebun dibuka untuk umum setiap sebulan atau dua bulan sekali dengan durasi waktu yang sudah ditentukan setiap per kunjungan. Jumlah dalam satu rombongan juga ditentukan, sekitar 40 orang.

“Satu kloter masuk, nanti bisa diajak panen melon. Mereka juga bisa beli. Terus nanti kita juga sediakan tempat cuci langsung di situ, buat potong juga ada. Jadi pengunjung ataupun pelanggan bisa panen langsung, beli buahnya atau beli jusnya. Jus melon atau cold pressed juice-nya juga tidak menggunakan pengawet. Tidak mengunakan gula, jadi benar-benar manis alami.  Jus ini hanya bertahan 1-2 hari di chiller  dan akan dibuat fresh saat order diterima,” kata Arvin.

Dengan melihat dan ikut proses panen secara langsung, diharapkan pengunjung bisa mendapatkan pengetahuan baru mengenai buah hidroponik sekaligus ilmu cara bertani modern. “Karena kalau kita ngomong kita jual buah premium nih. Premium otomatis kan harganya mahal alias enggak murah. Jujur ya. Makanya orang pasti mau tahu, yang beda itu apa sih. Kenapa kamu jual itu mahal. Kadang orang kan hanya tulis di labelnya organik, hidroponik. Kebunnya seperti apa tidak tahu, cara menamamnya kaya apa enggak tahu. Benar organik atau tidak juga enggak tahu. Pelanggan tentu ingin tahu buah yang dimakan dari kebun mana. Aman tidak. Nah nilainya di situ. Jadi orang bayar mahal itu ya karena memang ada pembedanya. Karena itu, kita ingin menjadi kebun satu-satunya yang transparan, kita apa adanya. Kita ajak mereka bahwa kita tidak main-main, ya memang kita jual karena komitmen kita tidak murah. Banyak orang yang menanam melon tanpa memperhatikan aspek kesehatan, yang sangat berhubungan dengan pemakaian pestisida. Sebagai contoh, ketika mau penen nih, hari ini hujan, hari ini ada serangan hama, besok semprot obat pestisida. Padahal pestisida itu bisa masuk ke dalam melon sampai 14 hari. Ketika kita konsumsi kan residunya masih ada. Lha itu yang kita ketat di sini. Kita 16 hari sebelum panen selalu stop semua obat kimia. Kita ganti dengan bahan organik. Jadi ketika panen, tidak ada residu pestisida sama sekali, aman.” ungkapnya.

Menurutnya, standar itu juga yang dipakai di negara-negara luar kalau mau ekspor, seperti Singapura. Mereka selalu cek tingkat residu berapa, aman tidak. Dan, itu yang sebenarnya perlu diperhatikan oleh petani melon lainnya.

“Tapi ya kita ngomong apa adanya kalau kita namanya menanam melon itu rewel ya. Tanaman yang rewel dan tidak mudah. Ya memang standar ini harus dipakai kalau kita mau buat product yang benar-benar berkualitas atau best quality. Karena kita kan mau tingkatkan kualitas, pasti ada yang harus lebih. Effort-nya harus lebih,” papar Arvin.

Selain kunjungan untuk umum, menurut Rangga, rencana lainnya adalah bekerja sama dengan dunia pendidikan, Tidak hanya perguruan tinggi tetapi mulai dari tingkat SD, SMP, SMA diajak untuk menumbuhkan cinta pertanian yang bebas pestisida. Dan ini akan dimulai berupa kunjungan dari sekolah-sekolah untuk melatih tentang sistem pertanian modern.

“Untuk pendidikan arahnya memang akan kita buka. Tapi kita harus tata dulu kurikulumnya yang baik. Karena sebenarnya kita ingin memperkenalkan kepada anak muda bahwa kalau bertani masih seperti dulu, misalnya anak-anak umur 20 tahunan suruh pegang cangkul, tawarin kepada 1.000 anak paling yang mau hanya berapa. Nilai pentingnya di situ. Kalau dengan sistem seperti ini kan mereka punya visi ke depan, oh masa depannya itu seperti ini. Jadi istilahnya skill saya akan terus bisa terpakai. Dan yang lebih penting lagi adalah agar stigma pertanian yang kotor sudah tidak ada lagi, tidak menjadi profesi yang diremehkan lagi. Karena visi misi kami yang utama adalah mengembangkan pertanian modern, sehingga bisa menciptakan regenerasi yang baik di dunia pertanian.”

Bebas Residu

Satu hektare Laguna Greenhouse Farming Graha Padma dibagi menjadi empat kebun dengan luas masing-masing 2.500 m2.  Ada empat jadwal atau empat kali penanaman, yaitu di kebun 1, kebun 2, kebun 3, dan kebun 4. Penanaman masing-masing kebun setiap 20 hari sekali. Jadi setiap 20 hari sekali pasti panen.

“Nah, salah satu keunggulan kebun melon hidroponik ini setiap 20 hari pasti panen, tidak mungkin tidak panen. Karena kita juga ada kebun di Kudus, yang nantinya jadwalnya saya silangkan, sehingga 10 hari sekali kita ada panen. Jadi Semarang-Kudus, Semarang-Kudus. Untuk satu kebun atau satu tempat rumah ini, kita ada 6.000 tanaman, jadi tinggal dikalikan beratnya. Katakan 1-1,5 kg kurang lebih per buah, jadi ada 6-8 ton. Setiap 10 hari ada 6-8 ton buah yang dipanen,” kata Arvin.

Keunggulan lain dari melon produksi kebun Laguna ini sebelum dikeluarkan ke pasaran, adalah proses pembersihan ada pembedanya. Rangga menjelaskan, melon dicuci dengan ozon.

“Kenapa kita cuci ozon, di buah melon itu ada jamur kecil-kecil tipis seperti tepung, putih-putih. Kadang kalau beli dari pasar itu kalau digosok sebenarnya jamur. Seperti powder atau bubuk. Jamur itu kita cuci dengan ozon, karena bisa membersihkan jamur 100%. Setelah kita cuci, kita kemas, diberi branding, dan kita kirim langsung ke toko. Kita juga mulai menjual langsung ke pelanggan, seperti Blibli, Tokopedia, dan Grab” urainya.

Keunggulan lain juga pada kualitas yang meliputi rasa manis dan fisik buah yang bagus. Jika kemanisan dan bentuk fisiknya bagus sudah pasti laku habis.

Sementara untuk mengukur tingkat kemanisan melon, jelas Rangga, pihaknya ketat dengan kualitas. Sebagai contoh, dengan panen 6 ton, selalu sampling 3%. Jadi, 3% itu selalu dibuka, dites kemanisannya, dites statistik. Beratnya berapa, rata-rata berapa, minimal berapa, tertinggi berapa, nanti ada standar deviasi nya juga.

“Standar itu yang kita masukkan di Laguna. Jadi pelanggan kalau membeli enggak ragu-ragu manis atau enggak. Karena kita sudah sampling statistik. Kalau enggak lolos kita enggak pakai brand nama Laguna. Kita memang rugi. Tapi itu harga yang harus dibayar untuk menjaga brand. Ya itulah pengorbanan kita membesarkan nama Laguna ini. Kalau orang lain mungkin selisih sedikit daripada rugi diloloskan saja. Padahal sebenarnya justru merek kita yang rugi kalau tetap memaksakan menjual barang yang tidak sesuai dengan kualitas. Kita mengecewakan pelanggan. Nah ini yang kami tidak mau dan selalu kita jaga kepuasan pembeli. Bahwa Laguna is premium, 100% bagus,” tandas Arvin.

Adaptasi dari Sistem Pertanian Israel

Agoes Wijaya, salah satu investor Laguna Greenhouse Farming yang kali pertama memperkenalkan kepada Rangga mengenai sistem pertanian hidroponik ala negara Israel menyebutkan, Laguna Greenhouse Farming ini menjadi salah satu kebun yang istimewa. Sebab, di Laguna ini tidak hanya meniru, tetapi juga dapat mengembangkan lebih lanjut dengan menggunakan dutch bucket system dan memiliki tim yang sangat kompak dan semangat. Sistem yang dijalankan terbukti lebih bagus, antara lain efisiensi pemakaian air, pupuk, keseragaman pertumbuhan dan semua parameter nya bisa diamati karena hanya menggunakan media air. 

Selain itu, di Laguna Greenhouse ini punya lokasi yang benar-benar dekat dengan pelanggan, yaitu perumahan yang berada di satu lokasi dengan perkebunan.

“Pelanggannya sudah ada di sini, jadi tinggal bagaimana kita produksi dengan kualitas yang terbaik. Dunia pangan saat ini sudah berbeda. Dulu, orang menanam gampang karena area yang luas. Sekarang populasi manusia makin banyak, lahan semakin susah. Kalaupun ada, jaraknya jauh. Jadi timbul masalah logistik untuk produk segar. Kemudian dilihat dari lifestyle, makin hari tingkat perekonomian seseorang semakin baik, jadi ia akan mencari makanan berkualitas. Nah makanan berkualitas inilah yang kita harus sediakan secara kontinu. Karena itu, perlu satu sistem teknologi atau program yang bisa diset. Dan Laguna Greenhouse sudah menggunakan teknologi itu. Kita bisa program sesuai dengan apa yang diingini oleh tanaman, yaitu lingkungan yang terbaik untuk tanaman supaya bisa tumbuh dengan sesuai,” papar Agoes.

Sementara itu, investor lainnya yaitu Hendro Setiadji mengatakan, awalnya tidak terpikirkan ke arah itu, yaitu bisnis pangan hidroponik.

“Saya sendiri karena bisnis saya bergerak di bidang properti, tidak terpikirkan ke arah ini. Tapi kebetulan saya memang hobi dengan flora dan fauna. Kebetulan lagi saya bertemu dengan mereka yang muda-muda dan saya selalu tertarik dengan anak-anak muda. Tertarik dengan semangat mereka dan kebetulan mereka membicarakan masalah yang saya sukai. Ya sepintas pernah jadi mimpi, tapi terlewatkan karena segala sesuatunya tidak mendukung. Saat bertemu mereka dan berbicara mengenai mimpi-mimpi mereka, kebetulan saya bisa menampung untuk bisa ikut serta. Ya jadilah. Ya memang kata seorang tokoh, pembangunan itu dibutuhkan orang-orang muda atau orang-orang nekat. Nah, yang semacam ini bisa terjadi kalau ada orang yang nekat tadi. Dan mereka ini yang saya anggap nekat, anak-anak muda yang nekat dan punya semangat. Kebetulan saya suka dan saya bisa memberikan fasilitas ini, sehingga itu terjadi,” papar Hendro.

Karena itu, Hendro berharap Laguna Greenhouse Farming Graha Padma ini bisa dikembangkan lebih besar lagi. Mungkin nantinya tidak harus di lahan yang ada saat ini, tapi bisa mencari lahan yang lebih besar di tempat lain. Sementara di lahan ini bisa menjadi trial-nya atau uji coba.

“Karena kalau sudah masuk ke dunia bisnis, ini terlalu kecil. Jadi artinya begini, seandainya kita bisa mengembangkan enggak usah banyak. Mungkin empat kalinya dari yang sekarang ini saja dan itu akan lebih ekonomis lagi. Maka saat awal bekerja sama, Rangga mengatakan targetnya waktu itu 40 ha, tapi baru berapa minggu naik menjadi 100 ha. Saya harap semoga hal ini bisa terlaksana,” tandas Hendro. (Sasy)