Menikmati soto legendaris khas Kota Yogyakarta, yaitu Soto Kadipiro maka akan menjumpai sebutir perkedel yang sudah ada di atasnya tanpa kita memesan. Jika biasanya perkedel menjadi menu terpisah yang disediakan di wadah tersendiri, tidak dengan Soto Kadipiro. Perkedel sudah menjadi satu paket ada di dalamnya. Meski tetap disediakan pula di piring-piring lain jika ingin menambah.
“Perkedel menjadi salah satu ciri khas pertama Soto Kadipiro dari soto-soto lainnya yang ada. Tak perlu dipesan, perkedel otomatis sudah masuk di dalamnya,” ujar Rumiyati, kasir sekaligus orang kepercayaan yang mewakili pemilik Warung Soto Kadipiro saat ditemui tim Padmanews di warung tersebut Jl Wates No 33 Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Rumiyati sendiri sudah bekerja di Warung Soto Kadipiro sejak 1987, semasa baru lulus SMA. Tentunya selain karena perkedel, ada yang istimewa lainnya dari Soto Kadipiro yang selalu ramai dikunjungi oleh pembeli. Mencecap rasanya, Soto Kadipiro memiliki cita rasa gurih dengan diperkuat tambahan bumbu kemiri dan kunir di dalamnya. Tidak ada rasa manis. Meski berkuah bening kekuningan dan tidak pekat, rasa bumbunya tetap kuat.
Isian Soto Kadipiro ada irisan kol, tomat, daun bawang, seledri, suwiran daging dan kulit ayam, brambang goreng, perkedel, dan nasi. Kuah soto akan bertambah gurih jika diberi tambahan daging ayam, kaldunya menjadi semakin lezat. Semakin banyak daging ayam kampung yang digunakan, semakin nikmat pula kaldu Soto Kadipiro. Selain itu, kecap yang digunakan juga kecap khusus, yaitu kecap Sarico, yang berasal dari Purworejo dan memiliki rasa istimewa. Para pelanggan pun dapat memilih menu soto ayam paha atas atau ayam tanpa tulang hingga soto campur nasi ataupun dipisah.
Selain daging ayam yang disajikan bersama soto, para pelanggan dapat memesan menu lauk tambahan seperti ayam goreng kampung, tahu, tempe bacem, sate telur puyuh, peyek, emping besar, kerupuk, rambak, ati goreng hingga mendoan yang khusus disediakan di akhir pekan. Menu pendamping ayam goreng juga bisa diminta untuk dipotong-potong.
Soto Kadipiro dimasak dengan menggunakan kuali yang terbuat dari tanah liat dan di atas tungku kayu bakar, sehingga aromanya khas dan tetap terjaga. Untuk bumbu-bumbunya tentu saja menggunakan resep yang sudah turun-temurun. Kelezatan makanan ini tidak berasal dari penyedap makanan yang dicampurkan, tetapi kelezatan yang benar-benar berasal dari racikan bumbu tradisional yang diolah berdasarkan resep asli sang pendiri. Kaldunya ayam kampung dijadikan satu dengan gurihnya bumbu soto, sehingga menjadikan rasa soto semakin istimewa.
“Memang yang membuat bertahan adalah ketradisionalannya. Cara masak, resep, dan lain-lainnya turun-temurun dari si Mbah. Namun, sebetulnya resepnya biasa-biasa saja, umum-umum saja. Hanya, semua dibuat manual dan tradisional,” kata Rumiyati.
Ciri khas lain yang ada di Warung Soto Kadipiro adalah minuman soda berupa limun. Namanya pun unik, limun Sarsaparila. Minuman bersoda pada zaman dahulu sebelum kedatangan produk Coca Cola dan Sprite. Limun Sarsaparila ini airnya berwarna ungu jernih atau tidak keruh dan dikemas dalam botol berupa kaca beling dengan tutup gabus sebagai pengait. Kemasan-kemasan botol khas tempo dulu. Selain limun, tersedia pula minuman lain seperti es jeruk, teh manis ataupun yang ingin memesan air mineral saja juga ada.
Hanya Bisa Pembayaran Tunai
Ada yang khas lainnya di Warung Soto Kadipiro, yaitu cara pembayaran. Di warung yang masih mempertahankan bangunan tua dan desain lama ini, hanya menerima pembayaran tunai. Warung ini tidak menggunakan sistem pembayaran secara elektrik ataupun online. Tidak ada mesin kasir. Semua dicatat dan dihitung secara manual.
Saat ditanya apakah tidak ingin mengikuti perkembangan zaman dalam hal digitalisasi pembayaran, Rumiyati menegaskan pembayaran akan tetap menggunakan cara lama atau jadul. Menurutnya, salah satu kekhasan itu akan terus dipertahankan. Apalagi tidak ada kesulitan, semua sudah terbiasa.
Masuk ke Warung Soto Kadipiro, kita akan disambut dengan tulisan berbahasa Jawa dan huruf Jawa Kuno, “Sugeng Rawuh” dan di sebalikanya tulisan “Sugeng Tindak”. Lalu di dinding tembok berjejer foto-foto, ada pendiri dengan generasi-generasi penerusnya hingga gambar-gambar lain. Ada sangkar-sangkar burung kosong yang dicantelkan di langit-langit sebagai hiasan. Menuju ke belakang terdapat ruangan khusus untuk para perokok. Di ruangan itu terpampang tulisan “Silakan Merokok Senikmat-Nikmatnya”.
***
Hampir satu abad atau 100 tahun, Warung Soto Kadipiro berdiri. Sebelumnya soto ini sudah dijajakan secara berkeliling dengan dipikul oleh Mbah Karto sejak 1921. Hingga pada 1928 silam, di Jl Wates No 33 Yogyakarta, kali pertama Tahir Kartowijoyo atau Mbah Karto, sang pendiri membuka warung soto tersebut dan tidak pernah berpindah tempat hingga saat ini. Sementara dinamakan Kadipiro, karena nama tempat warung ini menetap di daerah Kadipiro.
Warung Soto Kadipiro buka setiap hari dari pukul 07.30 sampai sehabisnya. Tidak ada libur kecuali ada keperluan dan Hari Raya Idul Fitri, libur tiga hari.
“Kami buka mulai pukul 07.30. Biasanya maksimal sampai pukul 14.30 sudah habis. Kalau sudah habis ya sudah kita tutup,” ujar Rumiyati.
Warung Soto Kadipiro yang asli juga tidak membuka cabang di mana pun. Hal itu ditegaskan di tulisan yang ada di warung tersebut, ”Soto Kadipiro, Tidak Buka Cabang di Jakarta dan Kota Lainnya”.
Saat ini, warung tersebut dikelola oleh generasi ketiga dari Tahir Kartowijoyo, yaitu Rambat. Mengenai ada banyak nama yang sama Soto Kadipiro, Rumiyati menjelaskan, memang Soto Kadipiro tidak membuka cabang. Tetapi jika ada anak atau trah dari anggota keluarga yang membuka warung soto dengan nama yang sama itu diperbolehkan.
“Boleh menggunakan nama Kadipiro jika masih ada trah atau anggota keluarga. Kalau selain trah ya tidak boleh. Namun mereka buka sendiri, bukan cabang. Resepnya sama, tapi masak sendiri. Kalau cabang kan dari sini. Soal rasa, itu di luar tanggung jawab kami,” paparnya.
Dalam sehari Warung Soto Kadipiro menyediakan bahan baku seperti ayam dan lainnya, antara 50-100 biji untuk hari biasa. Jika hari libur atau Sabtu-Minggu, bisa sampai 150 biji. Pada saat Ramadan, buka seperti biasa.
“Saat Ramadan buka seperti biasa. Tidak ada perubahan jam buka dan tutup. Untuk keramaian 50-75%. Pernah saat Ramadan dulu, buka hingga Magrib. Tapi sepi. Karena sudah terpola dari awal seperti ini. Jadinya ya pelanggan sudah hafal, jamya jam segitu sampai jam segitu,” ujarnya.
Saat ini Warung Soto Kadipiro memiliki 20 pegawai tetap dan tujuh pegawai pocokan. Sementara jika Rumiyati berhalangan hadir yang menggantikan pemiliknya.
Untuk menikmati hidangan Soto Kadipiro di warung ini hanya perlu Rp 15.000 per mangkuk, sedangkan soto pisah Rp 18.000 per mangkuk. Sementara limun Sarsaparilla dibanderol seharga Rp 9.000 per botol.(Sasy)