3 December 2024
Home / Event / Liong dan Barongsai Imlek di Graha Padma

Liong dan Barongsai Imlek di Graha Padma

Acara santap malam Imlek di Perumahan Graha Padma terasa meriah. Tak hanya para pengunjung yang memenuhi resto Sentosa Live Sea Food Graha Padma Semarang, namun juga hadir atraksi liong dan barongsai.

Petang itu para pemain remaja dari perkumpulan Bangau Putih memainkan liong mereka di halaman depan pintu masuk resto. Tak hanya tim putera, tim puteri pun tak mau kalah unjuk kebolehan bermain liong, dipadu dengan suara genderang yang rancak.

Setelah itu giliran tiga barongsai berakrobat, dan dilanjutkan masuk ke dalam resto. Dalam atraksinya mereka digoda oleh dua saikong (penggoda barongsai), yang dilakoni oleh dua anak kecil. Mereka menepuk-nepuk pantat, dan juga naik ke punggung barongsai.

Para pengunjung pun menyiapkan angpao untuk diberikan kepada barongsai dengan berbagai gaya. Ada yang diambil di posisi tinggi, sehingga dua pemain barongsai itu saling gendong dan ada pula mengambil angpao di sela sela dua mangkuk.

Kehadiran tim Bangau Putih ini cukup menghibur bagi pengunjung resto yang sedang bersantap malam bersama keluarga dalam rangka merayakan Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili tahun 2024 .

Salah seorang pemain liong puteri, Anezka mengungkapkan, biasanya menjelang pentas seminggu latihan tiga kali jam 6 sore, sepulang sekolah. “Yang paling sulit adalah mengatur kecepatan supaya sinkron dengan pemain lain”. Namun biasanya dalam setahun sudah bisa mahir dalam tim.

Mewadahi Remaja

Diakui oleh pembimbing tim Bangau Putih, Goenarto Harsono atau biasa dipanggil Hakim, bahwa perkumpulan Bangau Putih relatif baru. Sebelumnya dia ikut dan melatih di Hoo Hap Hwee selama 40 tahun. Di awal tahun 2023 ia mengundurkan diri dan mendirikan Bangau Putih.

Interaksi hangat dengan pengunjung

Ia mewadahi anak anak remaja yang tadinya juga di Hoo Hap Hwee. Ketika mereka keluar, maka tak ada wadah dan juga mereka tak bisa ke perkumpulan lain. “Mereka bilang ke saya, ‘Om gimana kalau bikin wadah baru saja? Ya bentar, karena wadah baru itu kan butuh dana juga”.

Hakim kemudian berbicara kepada teman teman yang juga senang barongsai, dan mereka kemudian mau membantu. Maka Hakim kemudian mendirikan Bangau Putih itu. Ia kemudian bisa membeli naga, dua barongsai, alat musik. “Pada saat itu kita belum punya vandel. Nah setelah jalan beberapa kali, baru kemudian kita bikin vandel Bangau Putih”.

Tim kemudian juga sudah beberapa kali main di berbagai tempat, bahkan dari desa ke desa. Di antaranya main di dugderan, di Kelenteng Tay Kak Sie, di Sayung, di Ngaliyan, kemudian juga di Graha Padma sebelumnya, bahkan dipanggil main secara profesional di kampanye Prabowo-Gibran.

“Dengan catatan kami tidak mau memakai atribut paslon. Akhirnya kami main dengan enam barongsai, dua naga, dan personel 50 orang. Dana dana yang kami peroleh saya pakai untuk kepentingan anak-anak. Jadi sekarang kami punya enam barongsai dan dua naga itu”.

Para remaja itu statusnya sebagai anggota Bangau Putih, dan sebagian besar adalah pelajar SMP. Sebelumnya mereka latihan dulu sebagai ekstrakurikuler, kemudian setelah mahir mereka ingin masuk sebagai anggota Bangau Putih.

Setelah gabung, kalau latihan dulu masih ikut di Kelenteng Tri Noto Buko Bawono (TNBB). “Sebelum di TNBB, saya malah latihannya di rumah susun Kaligawe, karena memang belum punya tempat. Untunglah pengurus TNBB menyilakan ketika saya hendak ikut latihan di kelenteng. Sekarang kami seperti menjadi bagian keluarga TNBB”, tutur Hakim.

Dijelaskannya, sebagai anggota, para remaja ini tentu dapat semacam uang lelah dari pentas. “Kalau untuk acara kelenteng, dapat angpao berapa pun saya memang tidak membagi kepada mereka karena itu yang diperjanjikan. Nah kalau di tempat lain, mereka dapat uang lelah”. Hakim menambahkan, anggota Bangau Putih sekarang 50 orang.

Pada dasarnya semua anak bisa memainkan baik liong maupun barongsai, tetapi untuk menjadikan seorang anak benar-benar bisa butuh waktu lama. “Yang masih kecil biasanya dimulai pembinaannya sejak SD, itu pun setelahnya belum bisa dilepas main, karena masih ragu-ragu, instruksi tidak sampai dan sebagainya”.

Dalam melatih, Hakim memberikan proses pelajaran yang mendidik. ” Kalau mereka salah ya saya suruh push up. Mereka harus benar-benar mengikuti tata caranya. Dari langkah mereka, saya tahu sebaiknya si A main barongsai, si B main liong”.

Ketika ia keluar dari Hoo Hap Hwee dan anak-anak vakum, mereka kemudian diambil oleh kelompok lain. Tapi tak berselang lama, pelatih itu mendatangi Hakim dan bertanya bagaimana ia mendidik mereka, kok di perkumpulan lain itu mereka tidak bisa padu dan satu kesatuan. Jawab Hakim, ” Itu karena kamu tidak mendidik mereka sejak kecil. Jadi kamu tidak tahu si A ini seperti apa, si B bagaimana”.

Dengan Bangau Putih ini Hakim pernah mencatatkan rekor MURI untuk bermain selama 24 jam. “Waktu main itu di tempat lain pada hujan di atas panggung sama sekali tidak hujan. Orang pada heran dan bilang eh sini kok tidak hujan, saya jawab besok kalau sudah selesai kan hujan hehehe”.

Besok sorenya, setelah usai bermain dan memberesi peralatan dan terpal ditutup, hujan pun turun dengan deras.

Mengenai para pemain perempuan dalam atraksi liong, Hakim mengklaim dialah yang pertama kali membentuk tim perempuan yang memainkan liong.

Semarak perayaan Imlek

Untuk bermain barongsai memang masih yang putera. Untuk menyinkronkan permainan dari dua pemain dalam barongsai bisa butuh waktu satu hingga dua tahun. “Mereka harus saling menjadi soulmate. Yang depan harus percaya dengan yang belakang, demikian sebaliknya. Kalau sedang pergi ke luar kota, tidur saya atur supaya bareng teman satu tim, supaya chemistry-nya muncul”.

Di perkumpulan juga terdiri dari beda ras dan agama, seperti ada Islam, Katholik, Kristen. ” Di sini saya tekankan bahwa kita berbicara tentang kesenangan, yakni kesenangan terhadap seni, olahraga, dan budaya. Jadi dulu itu ada lho pemain-pemain yang pakai jilbab, sampai orang heran dan bertanya, Hakim kamu dapat dari mana? “

Kepada anak-anak, Hakim juga menekankan bahwa Bangau Putih bukan miliknya pribadi tetapi milik semua anggota. “Maju tidaknya tergantung kepada kalian semua. Jadi kalau kalian semua semangat dalam latihan dan tampil bagus, saya lebih mudah mencarikan job”.

Membuang Sial

Pada kesempatan itu, Hakim juga menjelaskan filosofi liong dan barongsai. Menurutnya, naga itu perpaduan dari beberapa binatang. Mulutnya itu mulut buaya, jenggotnya adalah jenggot kambing, tanduknya itu tanduk rusa, cakarnya itu cakar rajawali, badannya ular, matanya tajam kayak mata elang. “Di kalangan kultur China, naga menjadi yang tertinggi, karena simbol kaisar adalah naga”.

Sementara barongsai, menurutnya, lebih condong ke singa. Zaman dulu digambarkan sebagai singa yang bertapa, sehingga ada ulat dan daun daun di wajah. ” Kalau dulu wajahnya seperti kodok, sekarang barongsai yang modern sudah berbeda. Setelah keluar dari pertapaan, ia menjadi singa yang sakti”.

Kebiasaan memberi angpao sendiri memiliki makna untuk membuang sebel sial dengan dimakan oleh naga atau barongsai. “Kalau zaman dulu jika amplopnya putih tidak boleh dimakan. Di kalangan masyarakat China amplop warna merah melambangkan kebaikan. Itulah sebabnya jika imlek dominasi warna dan pakaian adalah merah. Cuma kalau sekarang tetap diambil hahaha… “

Malam Imlek semua keluarga berkumpul untuk santap malam. Besoknya mereka mulai pai cia. “Kalau orang Jawa bilangnya adol kepel. Mereka kiong hie ke orang-orang tua. Bagi anak-anak yang belum menikah, mereka diberi angpao, namun bagi yang sudah menikah mereka harus memberi”. (BP)

About Eddy